Kamis 21 Sep 2023 08:07 WIB

545 Daerah Berpotensi tak Miliki Pemimpin Jika Pilkada tidak Dipercepat

Terdapat 170 daerah yang diisi oleh penjabat kepala daerah pada 2023.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian ditunjuk menjadi menlu ad interim.
Foto: Dok Kemendagri
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian ditunjuk menjadi menlu ad interim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian, mengakui satu alasan mendesak yang membuat pemerintah mengusulkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Perppu tersebut bertujuan untuk mempercepat pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 yang tadinya digelar November, diusulkan menjadi September.

Mendagri menuturkan, jika Pilkada Serentak 2024 tak dipercepat pemungutan suaranya, akan ada potensi kekosongan kepada daerah di banyak daerah. Sebab kondisi saat ini, terdapat 101 daerah dan empat daerah otonomi baru di Papua yang diisi oleh penjabat kepala daerah sejak 2022.

Baca Juga

"Dan terdapat 170 daerah yang diisi oleh penjabat kepala daerah pada 2023. Serta terdapat 270 kepala daerah hasil pemilihan tahun 2020 yang akan berakhir pada 31 Desember 2024," ujar Tito dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, Rabu (21/9/2023) malam.

"Berdasarkan data ini, maka terdapat potensi akan terjadi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025 dan jika ini terjadi maka pada 1 Januari 2023 terdapat 545 daerah yang berpotensi tidak memiliki kepala daerah definitif," katanya.

Karenanya, pemerintah perlu diambil langkah yang sifatnya strategis dan mendesak untuk menghindari kekosongan kepala daerah tersebut. Terlebih lagi adanya perbedaan kewenangan antara kepala daerah definitif dan penjabat (Pj).

"Di samping tentunya legitimasi yang tentu akan lebih kuat kalau diisi oleh kepala daerah hasil Pilkada," ujar Tito.

Ia menjelaskan enam poin yang disesuaikan dan diusulkan pemerintah dalam Perppu Pilkada tersebut. Pertama adalah untuk mengantisipasi kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025.

"Kedua, memajukan pelaksanaan pemungutan suara pilkada pada September 2024. Maka proses pemungutan suara Pilkada Serentak Tahun 2024 yang berdasarkan Undang-Undang tentang Pilkada ditetapkan pada bulan November tahun 2024 harus disesuaikan," ujar Tito.

Ketiga, Perppu akan mempersingkat durasi kampanye pilkada serentak menjadi 30 hari saja. Hal ini dilakukan untuk memastikan tidak terjadinya irisan tahapan antara tahapan Pemilu dan Pilkada 2024.

Keempat, mempersingkat durasi sengketa proses Pilkada. Poin ini diusulkan guna mempertimbangkan masa kampanye selama 30 hari dan mengurangi potensi permasalahan dalam penyediaan logistik Pilkada.

Lima, kepastian hukum partai politik atau gabungannya mengusulkan pasangan calon kepala daerah adalah hasil Pemilu 2024. Karena, perlu ada norma yang mengatur bahwa pencalonan kepala daerah yang diusung didasarkan pada hasil Pemilu 2024 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan memperhatikan ketentuan persentase sebagaimana Pasal 40 UU Pilkada.

"Enam, pelantikan serentak DPRD tahun 2024. Berdasarkan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa kepala daerah dan DPRD merupakan penyelenggara pemerintahan di daerah. Artinya, manajemen pembangunan daerah sangat dipengaruhi oleh keselarasan masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah," ujar Tito.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement