Oleh : Agus Yulianto, Redaktur Polhukam Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Sampah selalu menjadi persoalan pelik yang dirasakan hampir di seluruh dunia, termasuk juga Indonesia, khususnya lagi Bandung Raya. Tidak hanya negara miskin dan berkembang, sampah juga menjadi masalah yang menyita perhatian negara maju terutama terkait dengan kesehatan manusia.
Meski demikian, tak dipungkiri, berbagai upaya dalam mengatasi persoalan sampah ini, telah dilakukan sejumlah negara dengan menerapkan sistem pengolahan sampah, baik yang sederhana maupun dengan menggunakan teknologi canggih.
Dilansir dari Sustainability Mag, beberapa negara yang memiliki tingkat daur ulang sampah tertinggi di dunia antara lain, Jerman (56,1 persen), Austria (53,8 persen),
Korea Selatan (53,7 persen), Wales (52,2 persen, dan Swiss (49,7 persen).
Jerman menjadi negara dengan tingkat daur ulang sampah terbaik di dunia. Di Jerman, persentase sampah yang diolah kembali sudah mencapai 56,1 persen. Negara ini mampu mengurangi total limbah sebesar 1 juta ton setiap tahun.
Sistem pengolahan dan pemilahan yang dilakukan Jerman sebenarnya sederhana tetapi mendetail. Kotak pembuangan sampah dengan warna berbeda yang ada di sekitar daerah tempat tinggal, mendorong pemilahan dilakukan oleh tiap-tiap individu atau setidaknya dari rumah masing-masing.
Di samping itu, Jerman juga menerapkan green dot policy, di mana seluruh kemasan daur ulang harus diberi tanda khusus. Perusahaan harus membayar biaya ketika lebih banyak kemasan yang digunakan.
Ya, selama beberapa dekade terakhir ini, ada dorongan yang luar biasa untuk pengelolaan sampah. Tak hanya mengontrol polusi plastik di laut, tapi juga di daratan yang volumenya sangat fantastis.
Environmental Performance Index (EPI) menetapkan, kategori isu pengelolaan dalam mengenali ancaman sampah terhadap kesehatan manusia dan lingkungan dengan mendasarkan pada tiga indikator. Yakni, limbah padat terkendali, tingkat daur ulang, dan pengelolaan polusi plastik laut.
Initnya, setiap produk yang memiliki tingkat emisi karbon organik total lebih tinggi, maka tidak diperbolehkan masuk ke TPA. Sampah ini, harus didaur ulang dengan cara tertentu. Ini tentunya harus menjadi perhatian pemerintah kita untuk segera memiliki unit pengelolaan sampah yang memadai.
Namun sayangnya, hal itu belum menjadi prioritas pemerintah Indonesia dalam mengelola persampahan. Akibatnya, tumpukan sampah di tempat pembuangan sampah sementara (TPS) terus menggunung.
Salah satu pemandangan yang tidak sedap dilihat akhir-akhir ini adalah adanya tumpukan sampah yang menggunung di jalanan Kota Bandung. Bau menyengat terasa saat melintas di area tumpukan sampah tersebut.
Ngerinya lagi, dari tumpukan sampah yang busuk dan berbau itu, telah bermunculan belatung. Ini jelas menandakan lingkungan di sekitar tumpukan sampah itu mulai berbahaya bagi kesehatan masyarakat di sekitarnya.
Sampah-sampah yang menumpuk terbungkus dalam karung-karung sehingga tidak berserakan dalam beberapa pekan terakhir ini, memang tidak terangkut oleh armada truk pengangkut sampah.
Akibatnya, sampah memakan sebagian badan jalan bahkan tumpukan sampah hampir mencapai atap TPS. Para pengendara motor atau pejalan kaki yang melintas harus menutup hidung akibat bau menyengat dari sampah tadi.
Mereka pun harus berhati-hati sebab bermunculan belatung yang berserakan di jalan dekat tumpukan sampah. Kendaraan roda empat yang hendak melintas dari dua arah harus menunggu giliran karena hanya bisa untuk satu kendaraan.
Kondisi yang ironis!. Ini mengingat Kota Bandung dengan sebutan 'Parisj van Java' harusnya menjadi kota yang indah, wangi, dan bersih dari sampah. Namun faktanya, 'jauh ikan dari panggang'. Sampah masih menjadi 'momok' menakutkan bagi semua pihak.
Ya, tidak bagusnya pengelolaan sampah yang selama ini terjadi telah menimbulkan berbagai persoalan. Persoalan sampah yang terjadi di Bandung Raya ini pun bermula dari kasus kebakaran yang melanda tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti beberapa waktu lalu.
Hampir satu bulan, kebakaran di TPA ini belum juga dapat teratasi. Ini yang kemudian membuat tempat pembuangan samah itu tidak bisa menampung limbah buangan dari berbagai aktivitas masyarakat.
Petugas kebersihan pun hanya bisa melakukan pengangkutan sampah dalam jumlah tertentu sejak kebakaran melanda tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti, Bandung Barat, Sabtu (19/8/2023) hingga hari ini.
Berbagai upaya terus dilakukan pemerintahan. Di antaranya dengan membuat tempat pembuangan sementara (TPS) di sejumlah titik. Semua itu dilakukan untuk mengurangi volume sampah yang sudah menumpuk di jalanan Kota Bandung. "Mudah-mudahan segera diangkat, udah mengganggu sekali," kata Pj Wali Kota Bandung Ema Sumarna dalam satu kesempatan.
Bahkan, Pj Gubernur Jabar Bey Triadi Machmudin mengatakan kepada Pj Kota Bandung dan Pj Bandung Barat untuk tetap fokus pada penanganan sampah. "Itu jadi fokus utama tentunya hal lain tetap menjadi fokus, tapi kita tahu bahwa saat ini darurat sampah," katanya.
Ya, penanganan sampah harus menjadi fokus bagi kepala daerah yang bersangkutan untuk segera mencarikan solusi baik untuk jengka pendek maupun jangka panjang. Jangan sampai ada lagi kasus TPA terbakar yang akhirnya berdampak luas, khususnya bagi kesehatan masyarakatnya. Semoga.