REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China akan mempercepat pemberlakuan lebih banyak kebijakan untuk mengkonsolidasikan pemulihan ekonominya. Laporan media China, CCTV, menyebut, pada rapat kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Li Qiang saat ini perekonomian menunjukkan tanda-tanda tentatif stabilisasi.
Seperti dilansir dari laman Reuters, Rabu (20/9/2023), dengan dimulainya serangkaian langkah dukungan perekonomian, negara dengan ekonomi 18 dolar AS triliun itu menunjukkan angka yang lebih baik dari perkiraan yang tecermin pada pertumbuhan pinjaman bank, produksi industri dan indikator konsumsi pada bulan lalu. Namun sektor properti masih membebani prospek perekonomian China.
Menurut laporan CCTV, China akan terus memperdalam reformasi dan lebih membuka diri serta akan sepenuhnya menumbuhkan gelora dunia usaha. "China akan mempercepat pemberlakuan kebijakan dan pelaksanaan kerja yang relevan, serta semakin mengkonsolidasikan tren peningkatan perekonomian," kata CCTV.
Umpan balik dari inspeksi dan survei pemulihan ekonomi negara disampaikan pada pertemuan bersama PM Li tersebut.
Pemerintah daerah dan departemen pemerintah harus memberikan perhatian besar terhadap masalah yang ditemukan selama inspeksi dan survei. Juga mendorong agar langkah-langkah kebijakan yang telah dikeluarkan dapat diterapkan.
"Menanggapi saran yang dikumpulkan selama survei, departemen pemerintah terkait harus membuat rencana dan melakukan penelitian mendalam dengan mempertimbangkan kinerja perekonomian pada 2024," kata media pemerintah itu.
Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia ini kehilangan "motor pendorong" sejak April karena pemulihan ekonomi setelah pandemi Covid-19 tidak sesuai ekspektasi pasar dan ekonom. Mantan gubernur Bank Sentral China (PBoC) Yi Gang mengatakan China juga harus meningkatkan dukungan kebijakan bagi perekonomian sambil mendorong reformasi untuk membantu mencapai target pertumbuhan tahunan sekitar lima persen.
Bank Pembangunan Asia pada Rabu (20/9/2023) memangkas perkiraan pertumbuhan China menjadi 4,9 persen dari lima persen pada Juli karena pelemahan sektor properti.