REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melepas sebanyak lima kontainer minyak jelantah (used cooking oil) bervolume 200 metrik ton ke AS yang tertelusur (well-traceable) berbasis sistem informasi digital Sistem Informasi Minyak Jelantah (Simijel).
Pelepasan ekspor dilakukan secara hybrid di tiga lokasi yakni Kantor Kemenperin Jakarta; Gudang CV Artha Metro Oil, Tangerang, Banten; dan Veriflux Office House Houston, Texas, AS, Kamis (21/9/2023).
Komoditas minyak jelantah ini akan dimanfaatkan menjadi bahan bakar ramah lingkungan (greenfuel) termasuk Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau green avtur dan Hydrotreated Vegetable Oil (HVO) atau green diesel.
Kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika, ketertelusuran sendiri sangat populer di industri bahan bakar ramah lingkungan (greenfuel) dan telah menjadi persyaratan di pasar Uni Eropa dan AS. Ekspor perdana ini jadi langkah awal untuk memanfaatkan teknologi dan membuka ketertelusuran dari minyak jelantah," ungkap Putu saat melepas ekspor secara daring dari Kantor Pusat Kemenperin, Jakarta.
Putu menyebut minyak jelantah adalah satu sumber utama bahan baku untuk industri greenfuel. Minyak jelantah, khususnya yang memiliki ketertelusuran asal usul (point-of-origin traceability) pun menjadi standar baru penerimaan produk tersebut di pasar Eropa dan AS.
Sebab, greenfuel yang dihasilkan dari minyak jelantah yang tertelusur (well-traceable) mempunyai emisi net karbon sangat rendah yang berasal dari implementasi prinsip ekonomi sirkular yaitu from waste to energy. Aspek ketertelusuran pun menjadi prasyarat karena pembeli membutuhkan jaminan asal usul minyak jelantah harus betul-betul berasal dari titik produksi minyak jelantah alih-alih dari campuran minyak segar atau minyak-minyak lain dan/atau berasal dari sumber minyak jelantah yang ilegal.