REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Komisioner dan Ekonom Senior Indef Bustanul Arifin mengatakan, pemerintah punya pekerjaan rumah (PR) besar dalam menghadapi melonjaknya harga beras. Bustanul menyampaikan, pemerintah harus memiliki solusi jangka pendek dan jangka panjang dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
"Pemerintah perlu melanjutkan bantuan pangan langsung, setidaknya hingga November 2023. Syukur-syukur jika panen musim gadu Oktober mulai berkontribusi pada stabilisasi harga beras," ujar Bustanul dalam diskusi publik bertajuk "Waspada Bola Panas Harga Beras" di Jakarta, Jumat (22/9/2023).
Bustanul menyebutkan, banyak cara yang bisa dilakukan dalam menekan tingginya harga beras akibat kurangnya produksi melalui peningkatan kombinasi kerja sama bisnis dengan skema government to government (G to G) maupun business to business (B to B), contract farming dengan mengikat komitmen petani mengirimkan hasil panen kepada pembeli daerah konsumen, percepatan smart farming, menyediakan offtaker, meningkatkan kapasitas pergudangan, hingga pendampingan dari universitas, LSM, konsultan, dan koperasi untuk petani.
"Karena sekarang harga sedang tinggi dan produksi berkurang, saya usul daerah bekerja sama untuk pengendalian kenaikan harga atau inflasi," ujar guru besar UNILA tersebut.
Caranya, kata Bustanul, bisa dengan memberikan subsidi ongkos angkut (SOA) kepada petani pangan dan offtaker yang telah memiliki kerja sama hingga penyiapan dan pengembangan pengembangan lahan pangan khusus yang menjadi kontributor laju inflasi. Bustanul menyampaikan, pemerintah juga harus mengedukasi petani untuk menggunakan pengembangan benih padi yang lebih tahan terhadap perubahan iklim. Bustanul menyebut Kementerian Pertanian dan pemerintah daerah harus bekerja sama melakukan percepatan tanam pada lahan rawa, lebak, dan yang mengandalkan irigasi teknis serta perpompaan untuk meningkatkan kapasitas produksi padi di dalam negeri.
"Pemerintah daerah harus mengambil langkah strategis tanpa harus menunggu pengumuman ini bencana nasional, bisa dengan menyediakan panen air di lahan kering seperti embung dan rehabilitasi sarana penampungan air," kata Bustanul.
Selain itu, Bustanul mendorong Perum Bulog segera menyelesaikan sisa kekekurangan 800 ribu ton impor beras hingga akhir 2023. Bustanul mengatakan kepiawaian negoisasi akan menjadi kunci dalam finalisasi importasi beras dengan negara produsen selain India, misalnya, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Pakistan.
"Bulog perlu lebih taktis dalam manajemen stok dan pengadaan dalam negeri. Bulog sedang bersaing dengan industri beras swasta besar yang semakin berani membeli harga beras petani dengan harga cukup tinggi," ujar Bustanul.