REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaan financial technology Peer to Peer (P2P) lending AdaKami dikabarkan memberlakukan biaya layanan tinggi bagi para penggunanya. Menanggapi kabar itu, Direktur Utama AdaKami Bernardino Moningka Vega Jr menyatakan, komponen biaya layanan mayoritas adalah biaya asuransi. Selain asuransi, biaya layanan tersebut terdiri dari beberapa struktur biaya. Hal itu meliputi biaya teknologi dan biaya administrasi.
"Setiap produk ada (biaya layanan) dan komposisinya berubah-ubah. Yang jelas harus ada di situ yang merupakan ketentuan (wajib) biaya asuransi," tuturnya dalam konferensi pers, Jakarta, Jumat (22/9/2023).
Ia menyebutkan, aturan mengenai biaya asuransi itu sudah diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan aturan OJK, kata dia, setiap nasabah harus diasuransikan. Hal itu, sambungnya, dijelaskan di sistem sebelum pinjaman.
"Tingkat biaya itu disesuaikan. Hanya saja yang kita perlukan itu biaya asuransi di beberapa produk kita biaya asuransi yang tinggi," jelasnya.
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko turut menjelaskan, batas biaya pinjaman berdasarkan kode etik 0,4 persen per hari. Biaya pinjaman itu sudah mencakup biaya administrasi layanan, biaya teknologi, biaya risk management, dan biaya asuransi.
"(Semua) jadi satu yang harus dibayar oleh peminjam dibagi hari pinjaman tidak boleh lebih dari 0,4 persen, karena ada juga platform yang biaya layanan tinggi, biaya bunganya rendah. Ada juga biaya bunganya tinggi, biaya layanan rendah," tutur dia.
Dengan kebijakan itu, lanjutnya, asosiasi melakukan pengawasan. Mengenai kasus AdaKami, Sunu mengatakan, AFPI sudah patroli di platformnya guna mengecek ada pelanggaran atau tidak.