REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef Rusli Abdullah menepis anggapan para petani mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga beras. Rusli menilai hal tersebut tidak tepat jika menilik data dari Informasi Harga Pangan Strategis (IHPS) untuk periode Januari sampai dengan September 2023.
"Produsen, dalam hal ini, petani atau penggilingan tidak menikmati kenaikan harga beras," ujar Ruslan dalam diskusi publik bertajuk "Waspada Bola Panas Harga Beras" di Jakarta, Jumat (22/9/2023).
Rusli menyebut rentang margin dari pedagang besar ke pasar tradisional tercatat sebesar Rp 900 per kg pada Januari dan Rp 1.000 per kg pada September. Sedangkan margin dari pasar tradisional ke pasar modern tercatat sebesar Rp 950 per kg pada Januari dan Rp 550 per kg pada September.
"Penikmat margin terbesar itu para pedagang besar. Margin tertinggi dari produsen ke pedagang besar sekitar Rp 1.200 per kg di awal tahun, dan pada September meningkat menjadi 1.900 per kg," ucap Ruslan.
Ruslan mengatakan kenaikan harga beras tertinggi terjadi di tingkat pedagang besar dengan rata-rata sebesar 12,77 persen diikuti pasar tradisional dengan 12,65 persen, dan pasar modern sebesar 8,82 persen. Sementara kenaikan harga terendah terjadi di tingkat produsen dengan 7,58 persen.
"Ini menarik karena orang yang paling menanggung kenaikan harga itu adalah kalangan menengah ke bawah, sebelumnya menikmati Rp 12.650 per kg, kemudian menjadi Rp 14 ribu per kg di pasar tradisional. Mereka menanggung kenaikan harga lebih besar," sambung Ruslan.
Kondisi ini, ucap Ruslan, berbeda dengan kalangan menengah ke atas yang hanya menanggung kenaikan harga sebesar 8,8 persen di pasar modern. Ruslan mengatakan harga di pasar tradisional lebih fluktuatif dan dinamis jika dibandingkan dengan harga beras di pasar modern.