Jumat 22 Sep 2023 19:25 WIB

Bisa Picu Krisis, Indef Minta Pemerintah Serius Jaga Harga Beras

Pemerintah harus mewaspadai implikasi sosial dalam kenaikan harga beras.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ahmad Fikri Noor
Warga antre untuk membeli beras kualitas medium dan minyak goreng saat operasi pasar beras medium di area Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (Monpera), Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/9/2023).
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Warga antre untuk membeli beras kualitas medium dan minyak goreng saat operasi pasar beras medium di area Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat (Monpera), Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/9/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef Rusli Abdullah mengatakan, pemerintah harus mewaspadai implikasi sosial dalam kenaikan harga beras. Rusli menyebut setidaknya ada tiga dampak besar yang bisa terjadi akibat melonjaknya harga beras mulai dari inflasi, kemiskinan, dan politik. 

"Isu politik pada titik ekstrem bisa menimbulkan chaos," ujar Rusli dalam diskusi publik yang bertajuk "Waspada Bola Panas Harga Beras" di Jakarta, Jumat (22/9/2023).

Baca Juga

Rusli mengatakan, El Nino pada 1997-1998 jauh lebih parah daripada situasi saat ini. Sejumlah ahli, ucap Rusli, menyebut kondisi gagal panen memperburuk situasi ekonomi Indonesia yang berujung krisis moneter pada 1997-1998. 

"Semoga tidak seperti itu lagi saat ini, kita berharap pemerintah punya perangkat untuk memastikan dampak El Nino tidak berpengaruh besar," ucap Rusli.

Rusli berharap pemerintah dapat menjaga kondusivitas dan tidak panik dalam menghadapi situasi kurangnya pasokan beras. Pasalnya, Rusli menilai, puncak El Nino 2023 diprediksi tidak akan sebesar pada 1997-1998. Terlebih, lanjut Rusli, Indonesia juga masih memiliki panen musim gadu pada Oktober mendatang. 

"Ini agar tidak menimbulkan kepanikan yang lebih jauh, bisa juga dengan meningkatkan siaga satgas pangan dan memastikan tidak ada oknum yang memancing di air keruh," lanjut Rusli.

Untuk jangka panjang, Rusli mendorong pemerintah serius melakukan diversifikasi pangan dengan memperbaiki tata niaga beras, koordinasi antarkementerian dan lembaga di tengah kompleksitas pangan dan perubahan iklim. 

"Pemerintah bisa mendorong pengusaha warteg atau burjo Kuningan menyediakan menu selain beras, misalnya nasi tiwul atau nasi jagung, jadi ketika ada narasi diversifikasi oleh pemerintah,  konsumen di bawah itu punya opsi," kata Rusli.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement