Sabtu 23 Sep 2023 06:14 WIB

Xi Jinping Siap Bantu Assad Bangun Kembali Suriah

Cina bersedia memperkuat kerja sama dengan Suriah melalui BRI.

Rep: Dwina Agustin, Kamran Dikarna/ Red: Nidia Zuraya
Rusia dan Cina menjadi pendukung bagi pemerintahan Bashar al Assad, Suriah. (ilustrasi)
Rusia dan Cina menjadi pendukung bagi pemerintahan Bashar al Assad, Suriah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Presiden Cina Xi Jinping pada Jumat (22/9/2023), menawarkan bantuan kepada Suriah untuk membangun kembali perekonomiannya yang hancur. Beijing pun mengajukan penawaran untuk ikut melawan kerusuhan dalam negeri.

“Dalam menghadapi situasi internasional yang tidak stabil dan tidak menentu, Cina bersedia bekerja sama dengan Suriah untuk saling mendukung satu sama lain… dan bersama-sama menjaga kejujuran dan keadilan internasional,” kata Xi dalam klip video yang diposting daring oleh stasiun televisi pemerintah Cina CCTV.

Baca Juga

Penawaran itu muncul saat Xi melakukan pembicaraan dengan pemimpinnya yang telah lama dikucilkan dan mendapat sanksi berat Bashar al-Assad di kota Hangzhou, Cina. Kedua belah pihak sepakat meningkatkan hubungan menjadi kemitraan strategis.

Dalam diplomasi Cina, kemitraan strategis berarti koordinasi yang lebih erat dalam urusan regional dan internasional, termasuk di bidang militer. Kemitraan ini berada satu tingkat di bawah status sebagai kemitraan strategis komprehensif.

Pertemuan dengan Xi ini meningkatkan kampanye Assad untuk kembali ke panggung global sekaligus memungkinkan pemimpin Cina untuk memajukan kepentingan strategis di Timur Tengah. Upaya ini sudah sejalan dengan Iran dan Arab Saudi.

Menurut laporan media pemerintah Cina, Xi juga menjanjikan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini juga akan mendukung rekonstruksi Suriah. “Cina mendukung penentangan Suriah terhadap campur tangan asing, intimidasi sepihak, dan bersedia terus bekerja sama dengan Suriah demi kepentingan kerja sama persahabatan dan menjaga keadilan dan keadilan internasional,” kata Xi kepada Assad.

Selain itu,Xi memberikan dukungan terhadap upaya Suriah untuk meningkatkan hubungan dengan negara-negara Arab lainnya. Upaya ini sejalan dengan inisiatif utama yang bertujuan membangun infrastruktur di sepanjang Jalur Sutra kuno dan mempromosikan pendekatan Cina terhadap keamanan global.

“Cina bersedia memperkuat kerja sama dengan Suriah melalui Belt and Road Initiative (BRI) untuk memberikan kontribusi positif bagi perdamaian dan pembangunan regional dan dunia,” kata Xi.

Sanksi Barat terhadap Suriah terus diperketat sejak awal perang saudara yang dimulai pada 2011. Pada momen itu, pemerintahan Assad melakukan tindakan keras terhadap protes dan kemudian menewaskan ratusan ribu orang serta membuat jutaan orang kehilangan tempat tinggal.

Pemerintahan Assad yang didukung oleh Rusia dan Iran kini menguasai sebagian besar wilayah Suriah. Dalam beberapa tahun terakhir telah menjalin kembali hubungan dengan negara-negara tetangga Arab yang pernah mendukung lawan-lawannya.

Suriah kini sangat membutuhkan investasi asing untuk infrastruktur dan menghidupkan kembali berbagai industri. Situasi ekonomi yang buruk telah memicu protes di Suriah selatan dan menyerukan pemecatan presiden.

Tapi, para analis ragu bahwa Cina akan membuat komitmen konkrit untuk membantu Suriah. Setiap investasi Cina atau investasi lainnya di negara tersebut berisiko membuat investor terkena sanksi Amerika Serikat (AS) berdasarkan Caesar Act pada 2020.

Caesar Act dapat membekukan aset siapa pun yang berurusan dengan negara yang secara efektif masih dianggap paria. Selain itu, investor Cina juga harus mempertimbangkan buruknya keamanan negara dan situasi keuangan yang buruk.

Para analis mengatakan, kemungkinan besar ada batasan upaya Beijing akan membantu Damaskus selain memulihkan status regionalnya. “Saya rasa komitmen Cina terhadap Suriah tidak cukup untuk melobi pencabutan sanksi multilateral,” kata profesor hubungan internasional di Ca'Foscari University of Venice Matteo Legrenzi.

“Itu bukan bagian dari identitas peran Cina di Timur Tengah, yaitu mencoba dan berperan tanpa memihak," ujarnya.

Beijing memang telah meningkatkan keterlibatan diplomatiknya dengan Timur Tengah dalam beberapa tahun terakhir. Pada Maret, Cina membantu menengahi kesepakatan mengejutkan antara rival lama Arab Saudi dan Iran. Mereka bersepakat mengakhiri keretakan diplomatik yang telah berlangsung selama tujuh tahun. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement