REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Pemilihan umum Kamboja pada Juli lalu dipandang secara luas sebagai bebas dan adil, kredibel, dan jujur. Hal tersebut diungkapkan Perdana Menteri terpilih Hun Manet saat menyampaikan pidatonya untuk pertama kalinya kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Jumat (22/9/2023).
"Proses pembangunan demokrasi kami terus maju," kata Hun dalam Sidang ke-78 Majelis Umum PBB di New York, seperti dikutip dari Anadolu Agency.
Dia mengatakan ada 18 partai bersaing dalam pemilu Kamboja kali ini dan lebih dari 8,2 juta orang memberikan suaranya, dengan tingkat partisipasi 84,59 persen. "Ini adalah yang tertinggi sejak pemilihan umum yang diawasi PBB pada 1993 -- dan merupakan indikasi yang jelas dari kedewasaan politik dan antusiasme rakyat kami yang makin besar dalam menggunakan hak-hak demokratis mereka," katanya.
Dia menambahkan ribuan pengamat, termasuk 333 pengamat asing yang mewakili 65 negara turut menyaksikan proses pemilihan. Hun menjadi Perdana Menteri Kamboja dari Partai Rakyat Kamboja (CPP) untuk menggantikan ayahnya, Hun Sen, yang telah memerintah negara mayoritas Buddha di Asia Tenggara tersebut selama 38 tahun.
CPP, yang dipimpin Hun Sen, merebut mayoritas kursi dalam pemilihan umum kali ini dengan mendapatkan 120 dari 125 kursi di parlemen. Namun, tak sedikit pihak yang menilai bahwa pemilu di Kamboja itu tidak berlangsung sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi karena digelar tanpa adanya pesaing setelah partai oposisi utama dilarang untuk ambil bagian.
Menjelang pemilu, pengadilan tinggi Kamboja melarang Partai Cahaya Lilin, oposisi utama, berpartisipasi dalam pemilu.