Ahad 24 Sep 2023 12:29 WIB

Bagaimana Misi OSIRIS-REx NASA Melindungi Bumi dari Asteroid Bennu? 

Misi pengambilan sampel asteroid OSIRIS-REx NASA membantu ilmuwan melindungi bumi.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Gita Amanda
Asteroid. Ilustrasi. Misi pengambilan sampel asteroid OSIRIS-REx NASA akan membantu para ilmuwan lebih memahami cara melindungi umat manusia.
Foto: Dailymail
Asteroid. Ilustrasi. Misi pengambilan sampel asteroid OSIRIS-REx NASA akan membantu para ilmuwan lebih memahami cara melindungi umat manusia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Misi pengambilan sampel asteroid OSIRIS-REx NASA akan membantu para ilmuwan lebih memahami cara melindungi umat manusia jika lintasan asteroid Bennu bersinggungan dengan lintasan planet kita. Asteroid ini adalah permata ilmiah, namun berpotensi berbahaya: Tidak ada batuan luar angkasa lain yang memiliki kemungkinan lebih besar untuk menghantam Bumi dalam 200 tahun mendatang.  

Dilansir Space, Ahad (24/9/2023), Bennu, ditemukan pada tahun 1999, merupakan asteroid tipe B langka yang kaya akan bahan karbon yang diyakini mengandung senyawa kimia dari zaman awal tata surya. Selain itu, orbitnya menjadikan Bennu selebar 492 meter sebagai asteroid paling berbahaya di tata surya. 

Baca Juga

Bennu cukup besar untuk menyebabkan kerusakan signifikan di Bumi. Jika menghantam kita, batu luar angkasa tersebut akan membuat kawah selebar beberapa mil di permukaan planet. Dampaknya juga akan menimbulkan gempa bumi dan gelombang kejut yang menembus atmosfer bumi, yang kemungkinan besar akan merusak bangunan yang jaraknya ratusan mil dari lokasi benturan. 

Kabar baiknya adalah kemungkinan batu tersebut benar-benar menghantam planet kita dalam waktu dekat sangatlah kecil. Model lintasan orbit Bennu dan Bumi menunjukkan bahwa jalur kedua benda tersebut mungkin akan berpotongan pada tahun 1282, meskipun kemungkinan besar tidak akan terjadi: Kemungkinan benturan pada tahun tersebut hanya satu dalam 2.700. 

Bahkan Jika peluang rendah tersebut terjadi-atau model yang direvisi menetapkan bahwa risikonya semakin meningkat-para insinyur dan ilmuwan masih memiliki banyak waktu untuk memikirkan cara menangani Bennu. Data yang dikumpulkan oleh OSIRIS-REx akan memainkan peran kunci dalam membentuk potensi misi pembelokan Bennu jika diperlukan. 

Ketika OSIRIS-REx mendarat di Bennu untuk mengambil sampelnya pada Oktober 2020, permukaan batuan tersebut merespons dengan cara yang tidak terduga. Mundur hampir seperti air, massa kerikil di dalam kawah tempat OSIRIS-REx mendarat, yang disebut Nightingale, hampir menelan pesawat ruang angkasa tersebut. 

Hal ini menunjukkan kepada para ilmuwan bahwa lapisan permukaan asteroid memiliki kepadatan yang sangat rendah. Pesawat ruang angkasa itu tenggelam sedalam 50 cm ke permukaan Bennu sebelum pendorongnya ditembakkan. Manuver pelarian ini memicu respons tak terduga lainnya, yaitu gambar dari kamera OSIRIS-REx mengungkapkan bahwa awan besar kerikil dan pasir naik ke angkasa, mengancam pesawat ruang angkasa yang mundur. 

Para ilmuwan kini membandingkan pengukuran dari Bennu dengan data yang dikumpulkan selama eksperimen defleksi asteroid NASA, DART, yang berhasil mengubah orbit bulan asteroid Dimorphos di sekitar batuan luar angkasa induknya Didymos pada September 2022. 

Peneliti utama OSIRIS-REx di University of Arizona Dante Lauretta mengatakan kepada Space.com dalam wawancara sebelumnya, ketika dia melihat gambar Dimorphos, ia tampak sangat familier. Yakni, tampak seperti tumpukan puing-puing dengan tekstur khas yang sama. 

“Misi (DART) sukses secara fenomenal. Misi ini memberikan banyak momentum pada asteroid, secara substansial memperlambat kecepatan orbitnya, dan sebagian besar dari hal tersebut disebabkan begitu banyak material yang terlempar dari permukaan, dan perpindahan energi tersebut mengakibatkan perubahan periode orbit yang signifikan,” kata Lauretta.

Investigasi mendalam OSIRIS-REx terhadap Bennu dari orbit juga mengungkapkan bahwa bebatuan yang menjulang tinggi di permukaan asteroid tersebut terbuat dari bahan yang sangat berpori, mirip spons. Porositas ini, menurut para ilmuwan, mungkin melindungi Bennu dari gangguan akibat dampak benda lain yang lebih kecil.

“Ini seperti zona lipatan di dalam mobil,” kata Edward Beau Bierhaus, ilmuwan riset OSIRIS-REx di Lockheed Martin, yang membangun pesawat ruang angkasa OSIRIS-REx untuk NASA kepada Space.com. “Energi dari dampak tersebut, alih-alih didistribusikan secara luas ke permukaan dan ke bawah permukaan, justru dapat diserap oleh satu batu besar berpori tersebut.” 

Akibatnya, jumlah kawah di permukaan Bennu lebih sedikit dari perkiraan para ilmuwan berdasarkan pengetahuan mereka tentang seberapa umum tabrakan asteroid terjadi sepanjang sejarah tata surya. Kualitas aneh material penyusun Bennu ini juga dapat memengaruhi respons batuan tersebut terhadap upaya potensial untuk menjauhkannya dari jalur tabrakan dengan Bumi. 

OSIRIS-REx mempelajari Bennu dari dekat selama dua tahun, dan para ilmuwan masih mempelajari informasi yang dikumpulkannya di sana— dan mereka akan meneliti sampel asteroid dari misi tersebut, yang akan mendarat di Bumi pada Ahad (24/9/2023). 

“Saya pikir masyarakat di masa depan akan memiliki kemampuan yang baik untuk menghadapi Bennu, terutama karena banyaknya informasi yang kami kumpulkan [di Bennu[,” kata Lauretta. “Saya menganggapnya sebagai salah satu hadiah kami untuk generasi mendatang,” ujarnya. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement