REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan pada Ahad (24/9/2023), bahwa upaya yang disponsori Amerika Serikat (AS) untuk menormalisasi hubungan Israel dengan negara-negara Teluk Arab tidak akan membuahkan hasil. Israel dan Arab Saudi saat ini sedang intens menyatakan kemungkinan normalisasi hubungan diplomatik.
Pernyataan pesimistis ini disampaikan dalam sebuah wawancara dengan CNN. Menjalin hubungan dengan Saudi akan menjadi hadiah utama bagi Israel dan mengubah geopolitik Timur Tengah.
Israel telah bergerak lebih dekat ke Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan, dan Maroko menyusul inisiatif diplomatik yang didorong oleh AS pada 2020. Melalui Abraham Accord yang didorong Donald Trump, negara-negara itu normalisasi hubungan Israel.
Iran adalah saingan dari Saudi dan Israel. Namun hubungan Teheran dan Riyadh telah menghangat usai Beijing menengahi pembicara antara keduanya dan memutuskan untuk kembali membuka misi diplomatik di masing-masing negara.
Selain masalah Israel, Raisi pun program nuklir negaranya. “Kami telah berkali-kali mengumumkan bahwa penggunaan senjata nuklir, penggunaan senjata pemusnah massal secara umum, tidak diperbolehkan. Mengapa? Karena kami tidak memercayainya, dan kami juga tidak memerlukannya," ujarnya.
Raisi menyatakan, Iran tidak pernah menyatakan keinginan untuk pengawas nuklir dari bada nuklir PBB berada di negaranya pergi. “Republik Islam Iran belum mengatakan kami tidak ingin ada inspektur berada di sini," ujar presiden Iran itu.
Menurut Raisi, Iran tidak mempermasalahkan inspeksi yang dilakukan pengawas nuklir PBB terhadap situs-situs nuklirnya. Persetujuan itu muncul hanya beberapa hari setelah Teheran melarang beberapa inspektur IAEA yang ditugaskan di negara tersebut.