REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Di Sidang Majelis Umum PBB, Arab Saudi menyerukan solusi adil terhadap perjuangan Palestina untuk menjamin keamanan di kawasan Timur Tengah. Menteri Luar Negeri Saudi Pangeran Faisal bin Farhan dalam pidatonya mengatakan, keamanan kawasan Timur Tengah memerlukan percepatan upaya mencari solusi yang adil dan komprehensif terhadap masalah Palestina.
“Solusi ini harus dibangun berdasarkan resolusi legitimasi internasional dan Inisiatif Perdamaian Arab, yang menjamin hak rakyat Palestina untuk mendirikan negara merdeka berdasarkan perbatasan tahun 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” ujar Pangeran Faisal, dilaporkan Anadolu Agency, Ahad (24/9/2023).
Pada 1993, payung Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Israel menandatangani Perjanjian Oslo, yang memberikan bentuk pemerintahan sipil Palestina. Namun, perundingan gagal mencapai kesepakatan damai yang mengarah pada pembentukan negara Palestina.
Perundingan perdamaian antara Palestina dan Israel yang disponsori Amerika Serikat gagal mencapai keputusan pada April 2014. Israel menolak menghentikan pembangunan permukiman dan melepaskan tahanan Palestina yang dipenjara sebelum 1993.
Pangeran Faisal menegaskan kembali penolakan dan kecaman Saudi terhadap semua tindakan sepihak, yang dianggap sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap semua hukum internasional. “Tindakan-tindakan ini turut melemahkan upaya perdamaian regional dan internasional serta menghambat solusi politik,” ujar Pangeran Faisal.
Pidato PBB tersebut disampaikan di tengah meningkatnya spekulasi mengenai potensi kesepakatan normalisasi antara Arab Saudi dan Israel yang dimediasi Amerika Serikat. Riyadh menegaskan, setiap kesepakatan dengan Israel harus mencakup komponen yang memajukan upaya untuk mendirikan negara Palestina. Sejauh ini Israel menolak konsesi terhadap Palestina.
Enam negara Arab telah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Dimulai dengan Mesir pada 1979, Yordania pada 1994, Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain pada September 2020, serta Sudan dan Maroko pada akhir 2020.