REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Edelweiss bukan sesuatu yang asing bagi masyarakat Indonesia. Apalagi bagi mereka yang selalu mengembara di tempat pegunungan seperti kawasan Taman Nasional Bromo, Tengger dan Semeru (TNBTS).
Edelweiss dikenal sebagai 'bunga abadi' yang sangat disukai oleh anak-anak muda Indonesia. Pasalnya, bunga ini dimaknai sebagai cinta abadi bagi pasangan yang memadu kasih.
Kepala Balai Besar (BB) TNBTS, Hendro Widjanarko mengatakan, edelweiss memang sering disebut sebagai 'bunga abadi' bagi anak muda. Namun bagi masyarakat Tengger, bunga ini bermakna 'Tana Layu'. "Yang artinya tidak pernah layu," kata Hendro saat ditemui Republika di Cemorolawang, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
Edelweiss bukan sekadar bunga biasa bagi masyarakat Tengger di sekitar kawasan Gunung Bromo. Bunga ini dianggap penting oleh masyarakat setempat untuk melaksanakan ritual. Mereka selalu memakai edelweiss, baik bunga maupun daunnya dalam sesaji ritual tertentu.
Edelweiss di kawasan TNBTS terdiri atas tiga jenis. Jenis-jenis tersebut antara lain Anaphalis longofilia, Anaphalis javanica dan Anaphalis viscida.
Semula, kata dia, masyarakat Tengger acap mengambil edelweiss di kawasan TNBTS secara diam-diam. Namun semenjak adanya program budidaya, mereka dapat bebas memanfaatkan bunga tersebut untuk ritual. Sebagaimana diketahui, pihaknya telah berupaya membudidayakan edelweiss sejak 2017 atau 2018 lalu.
Dalam melestarikan edelweiss, pihaknya mengajak sejumlah kelompok masyarakat untuk membudidayakan edelweiss. Hal ini terutama di sejumlah desa penyangga kawasan TNBTS seperti Desa Wonokitri, Desa Ngadas dan Desa Ngadisari. Sejauh ini, kata dia, budidaya edelweiss di Desa Ngadas dan Ngadisari baru dilakukan secara sebagian.
Khusus di Desa Wonokitri, kata dia, budidaya edelweiss sudah dilaksanakan secara masif. Bahkan, desa ini telah memiliki taman khusus edelweiss. Selain itu, hampir sebagian besar rumah warga setempat memiliki edelweiss.
"Hingga mereka jargonnya 'Di Sini Edelweiss Tumbuh di Semua Rumah'. Maka, mereka mendeklarasikan diri sebagai Desa Edelweiss," ungkapnya.
Menurut Hendro, saat ini setidaknya sudah ribuan edelweiss yang telah ditanam kembali di alam. Upaya ini termasuk nantinya untuk memulihkan area bekas kebakaran di kawasan wisata Gunung Bromo. Langkah ini untuk membuktikan bahwa flora yang ditanam di TNBTS merupakan tanaman asli wilayah Tengger.
Di samping itu, pihaknya juga menyediakan taman edelweis berukuran sederhana di belakang Kantor BB TNBTS area pintu masuk Cemorolawang. Taman tersebut dikhususkan bagi tamu penting yang hendak menanam edelweiss. Berdasarkan pengamatan Republika, terpantau beberapa tanaman edelweiss yang tertera nama penanamnya seperti Gubernur Jatim dan pejabat lainnya.
Sebagaimana diketahui, salah satu jenis edelweiss (Anaphalis spp) atau dengan nama lokal Kembang Tana Layu yaitu Anaphalis javanica ditetapkan sebagai tanaman yang dilindungi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.92/Menlhleetjen/Kum.1/8/2018 tentang perubahan atas peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor P.20/MenLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi.
Penamaan kembang tana Iayu merujuk pada kondisi fisik bunga edelweiss yang memiliki ketahanan lama (tidak mudah layu). Sebab itu, bunga ini diidentikan juga sebagai bunga abadi. Kondisi inilah yang menjadikan edelweiss menjadi bunga menarik yang banyak dicari, terutama oleh muda mudi yang sedang dimabuk asmara sebagai lambang cinta abadi.
Habitat edelweiss banyak tumbuh di daerah lereng Semeru dan sekitar kawasan Bromo. Selain itu, juga tumbuh di beberapa tempat di luar koridor kawasan TNBTS yang memang memiliki topografi dan kontur yang memungkinkan edelweis dapat tumbuh subur.
Sementara itu, masyarakat Tengger menganggap edelweis sebagai bunga yang disakralkan. Hal ini karena dijadikan sebagai pelengkap sesaji yang selalu ada dalam ritual adat masyarakat Tengger.
Menyikapi kondisi tersebut, BB TNBTS mencoba mencari terobosan melalui program budidaya edelweiss di luar habitat aslinya (kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru). Langkah ini bertujuan untuk mengakomodasi tiga peluang yaitu konservasi edelweiss di luar habitat aslinya, mempertahankan budaya lokal masyarakat Tengger dan memberikan peluang peningkatan ekonomi bagi masyarakat sekitar TNBTS.