REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Wholesale Banking PT Bank UOB Indonesia Harapman Kasan mengatakan perseroan berkomitmen untuk mengurangi pembiayaan terhadap perusahaan pada sektor batu bara sejalan dengan program pemerintah terkait aturan Taksonomi Hijau Indonesia (THI).
Sebagaimana diketahui, OJK sedang merevisi kembali aturan THI, sebagai tindak lanjut UU No 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang dapat membantu proses pemantauan berkala dalam implementasi penyaluran kredit/pembiayaan/investasi ke sektor hijau dan mencegah potensi pelaporan aktivitas hijau yang kurang tepat.
"Kita ada komitmen sih sampai dengan 2039, di UOB Group," ujar Harapman dalam sesi doorstop di UOB Plaza, Jakarta, Senin (25/9/2023).
Seiring dengan itu, Harapman optimistis pembiayaan hijau (green financing) perseroan dapat tumbuh lebih dari lima persen year on year (yoy) pada tahun ini, seiring dengan peningkatan kredit korporasi perseroan. "Saya rasa, ini akan jadi pertumbuhannya lebih besar daripada pertumbuhan yang normal. Kalo pertumbuhan normal kita katakan 5 persen, harusnya yang sustainable financing akan di atas itu kira-kira," ujar Harapman.
Ia menyebut, komitmen perseroan tersebut sebagai upaya menyukseskan program pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dengan menaikkan target Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) menjadi 32 persen atau setara dengan 912 juta ton CO2 pada 2030. Selain itu, untuk menyukseskan mencapai Net Zero Emissions (NZE) 2026.
"Tentunya, kita menggiring nasabah kita itu untuk diversifikasi kepada renewable energy. Pada akhirnya batu bara ini saya rasa akan secara gradual akan menurun nantinya," ujar Harapman.
Selama semester I 2023, Bank UOB Indonesia mencatatkan penyaluran kredit yang menurun sebesar 11,43 persen year on year (yoy), dari sebelumnya Rp 88,70 miliar menjadi Rp 78,57 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya.