Selasa 26 Sep 2023 04:09 WIB

Museum Nasional Terbakar, Pemerintah Belanda Bertanya-tanya

Barang yang dikembalikan ke Indonesia dari Belanda masih relatif aman.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
Petugas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan menyisir area lokasi kebakaran Museum Nasional di Jakarta, Ahad (17/9/2023). Museum Nasional atau Museum Gajah terbakar pada Sabtu (16/9) lalu.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan menyisir area lokasi kebakaran Museum Nasional di Jakarta, Ahad (17/9/2023). Museum Nasional atau Museum Gajah terbakar pada Sabtu (16/9) lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kebakaran yang terjadi di Museum Nasional Indonesia (MNI) pada 16 September lalu telah menyita perhatian, termasuk dari pemerintahan Belanda. Sebab ada beberapa artefak yang juga telah dikembalikan oleh Belanda ke Indonesia.

Dr Junus Satrio Atmodjo, Anggota Dewan Pengawas Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI) Pusat, mengatakan koleksi yang dikembalikan ke Indonesia dari Belanda itu tidak terdampak. Meski demikian, kebakaran tersebut memang jadi pembelajaran pihak Indonesia. 

Baca Juga

“Pemerintah Belanda rada miring informasinya, sudah membuat hipotesis sendiri mengenai kebakaran sebenarnya agak kurang etis tapi biarlah itu urusan mereka,” kata Dr Junus dalam diskusi publik “Museum Itu Penting” di Museum Toeti Heraty, Jakarta, Senin (25/9/223).

Dr Junus mengatakan sebenarnya barang yang dikembalikan ke Indonesia dari Belanda masih relatif aman sampat saat ini. Tentu artefak yang pernah diambil secara paksa kaum Belanda, sudah menjadi kewajiban mereka untuk dikembalikan. 

Adapun setelah kejadian kebakaran ini, Belanda juga menawarakan bantuan, baik itu ahli, dana. Untuk lebih rincinya, akan diputuskan bersama nanti. “Kita belum diskusikan itu,” lanjut dia.

Dr Junus juga menjelaskan untuk identifikasi artefak, ada yang terbakar atau terkena panas tinggi. Misalnya, jika bahannya dari keramik, biasanya dibakar di atas 1000 cc. Dengan kebakaran ini, mestinya tidak terpengaruh jika bahannya keramik. Tapi ada bahan yang bisa retak-retak, dan tidak semuanya tidak ikut terbakar.

Tetapi yang jelas hampir semua objek tertutup jelaga. Jelaga inilah yang sedang diteliti bagaimana mmembersihkannya. Khusus untuk barang dari perunggu, ada pengelupasan dan tentu harus ada kajian lab-nya. “Kita harapkan dua minggu ini kita memulihkan dengan aman butuh tenaga untuk klasifikasi satuan yang patah, hilang karena jumlahnya sangat banyak,” ujar Junus.

Para ahli arkeologi juga menekankan perihal mitigasi dan pencegahan bencana yang bisa menyerang museum. Hal ini tidak terkecuali untuk pencegahan kebakaran. Selain itu juga mendukung proses hukum yang jelas terkait suatu kasus kebakaran seperti ini.

Untuk penanganan kebakaran museum, tidak cukup hanya oleh pemadam kebakaran. Menurut dia, harus ada manajemen lain memadamkan api dengan cepat.

Diperlukan pula pendataan di setiap titik yang ditemukan patahan, hancuran, supaya dalam etika melakukan rekonstruksi, bisa tahu satuan-satuan yng bisa dikumpulkan kembali. 

“Pengambilan harus satu per satu pakai tangan tidak boleh pakai alat, sekop tapi alat khusus. Lama? Iya tapi kalau pecahan kecil tidak kelihatan, salah satu yang terdampak kan alat prasejarah,” ujar dia menambahkan. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement