Selasa 26 Sep 2023 16:09 WIB

Belajar dari Hotel Sultan, Ini Hak-hak Pemegang HGB

Pemegang HGB bisa mengelola lahan tersebut hingga 80 tahun secara total.

Red: Agus Yulianto
Mobil melintas di depan Hotel Sultan di Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Mobil melintas di depan Hotel Sultan di Kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sengketa lahan yang melibatkan Pemerintah dan perusahaan milik Pontjo Sutowo, PT Indobuildco, terkait lahan tempat berdirinya Hotel Sultan di kawasan Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, mengusik rasa penasaran banyak pihak tentang hak-hak yang dimiliki pemegang sertifikat tanah Hak Guna Bangunan (HGB).

Pakar Hukum Agraria, Eka Sihombing menjelaskan, secara undang-undang, pemegang HBG mempunyai hak mengelola lahan selama 30 tahun dengan masa perpanjangan 20 tahun dan pembaruan 30 tahun berikutnya. Dengan kata lain, pemegang HGB bisa mengelola lahan tersebut hingga 80 tahun secara total.

Mengenaik Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Sekeretariat Negara (Setneg) di atas lahan yang sama, Margarito mengatakan, bahwa HPL itu tidak mengugurkan status HGB yang dipegang pengelola Hotel Sultan, kecuali HGB itu sudah dilepaskan haknya oleh pengelola sebelumnya dalam hal ini PT Indobuildco.

"Apabila pemberian HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora di atas tanah negara bebas selama 30 tahun, perpanjangan haknya diberikan juga di atas tanah negara bebas selama 20 tahun, maka pembaruan haknya selama 30 tahun juga harus di atas tanah negara bebas kecuali sudah ada pelepasan hak dari pemegang HGB PT Indobuildco kepada Sekretariat Negara selaku Pemegang PL. Apabila sudah ada pelepasan hak dari Pemegang HGB kepada pemegang HPL, maka pembaruan hak atas HGB harus mendapatkan rekomendasi dari 

pemegang HPL," tegas dia dalam diskusi yang digelar di Dapoer Siragil, Jakarta, Selasa (26/9/2023).

Lebih lanjut Eka menjelaskan, terkait dengan dibutuhkannya rekomendasi Setneg selaku pemegang HPL untuk memperpanjang HGB atas lahan hotel tersebut, merupakan pandangan yang keliru. Karena, lanjut dia, tak ada dasar hukum yang mengharuskan hal tersebut.

"Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat menyatakan permohonan pembaruan  HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora harus mendapatkan rekomendasi dari sekretariat negara selaku pemegang HPL No. 1/Gelora. Kantor Pertanahan keliru karena tidak ada dasar hukum yang dipakai oleh Kantor Pertanahan untuk menyatakan permohonan pembaruan HGB No. 26/Glora dan HGB No. 27/Gelora harus mendapatkan rekomendasi dari Sekretariat Negara," sambung dia.

"Sepanjang masih ada penguasaan fisik, diberikan hak diutamakan untuk pembaharuan," tegas dia lagi.

Dalam kesempatan yang sama, Ahli Pidana Suparji Ahmad menambahkan, lantaran PT Indobuildco telah mengajukan pembaruan sejak 1 April 2021, maka ia menilai, korporasi tersebut masih punya hak melakukan pengelolaan meski masa perpanjangan HGB telah berakhir.

"Faktanya, saat ini HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora telah berkahir masa perpanjangannya pada Maret dan April 2023 dan Pemegang haknya yaitu PT Indobuildco telah mengajukan pembaruan haknya sejak tanggal 1 April 2021 sehingga saat ini PT Indobuildco masih berhak menguasai lahan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora. Dengan demikian tidak ada tindak pidana yang dilakukan oleh PT Indobuildco," tutur dia.

Lebih lanjut, pakar hukum tata negara Andi Muhammad Asrun dalam kesempatan yang sama menjelaskan, bila permohonan pembaruan yang diajukan pemegang HGB seperti PT Indobulidco tidak dipenuhi, ada kekhawatiran akan menjadi preseden buruk dalam pemberian kepastian dalam berinvestasi dan berusaha.

"Saya melihat perkembangan terakhir, ini terjadi pergeseran dari prinsip negara hukum menjadi negara kekuasaan. Ini semacam krisis pelaksanaan konstitusi dalam memberikan kepastian hak warga negara," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement