Rabu 27 Sep 2023 00:56 WIB

Kemarau dan Malapetaka Bagi Petani di Sawah yang Retak Menunggu Hujan

Padi yang harusnya panen Oktober mendatang harus mati dan gagal panen.

Rep: Shabrina Zakaria/ Red: Agus raharjo
Warga melihat areal lahan tambak ikan yang mengering di desa Pabean Udik, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (23/9/2023). Petambak terpaksa membiarkan tambaknya mengering karena kualitas air saat musim kemarau yang buruk disebabkan meningkatnya kadar garam sehingga bisa menyebabkan kematian ikan.
Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Warga melihat areal lahan tambak ikan yang mengering di desa Pabean Udik, Indramayu, Jawa Barat, Kamis (23/9/2023). Petambak terpaksa membiarkan tambaknya mengering karena kualitas air saat musim kemarau yang buruk disebabkan meningkatnya kadar garam sehingga bisa menyebabkan kematian ikan.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Acep (40 tahun) berjalan menyusuri pematang sawah yang menghampar di Desa Pabuaran, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor pada Senin (25/9/2023). Hari itu, terik matahari lebih menyengat. Ini musim kemarau.

Acep seperti tak peduli panas yang membakar kulit siang itu. Setelah menyusuri pematang sawah, ia duduk termangu. Pandangannya tajam melihat hamparan sawah hijau seluas 10,5 hektare. Acep melamun. Sesekali ia memelintir rumput yang terselip di gigi-giginya.

Baca Juga

Ketika ditemui Republika.co.id pada Senin siang itu, Acep hanya mengenakan kaus dan celana pendek. Kepalanya ditutupi topi berbalut kain berwarna ungu. Kulit tubuh dan wajahnya menggelap. Ia tak perlu menyebut sudah berapa hari bergelut dengan panas terik matahari.

Di belakang Acep, sebuah cangkul digeletakkan begitu saja di atas permukaan sawah yang retak. Tak ada lagi yang bisa dilakukan Acep sebagai petani selama tiga bulan terakhir. Kekeringan yang melanda desanya, diakuinya paling parah selama 10 tahun ke belakang.

Padi yang telah ditanamnya bersama teman-teman di Kelompok Tani (Poktan) Subur Tani sejak Mei lalu, harus gagal panen. Semestinya, padi yang ditanamnya itu bisa dipanen sebulan lagi, atau pada Oktober mendatang.

Acep bangkit dari duduknya, mencoba mencabut padi yang ditanamnya, hingga retakan tanah sawah yang kering turut tercabut. “Harusnya ini panen bulan Oktober, umurnya sudah tiga bulan sejak bulan Mei. Sekarang udah nggak bisa ngapa-ngapain, udah nggak ke sawah lagi,” kata Acep seraya menghempaskan padi yang gagal panen itu ke sawah yang kering.

Menurut Acep, meskipun musim kemarau selalu melanda setiap tahun, padi yang ditanamnya selalu bisa dipanen tepat waktu. Berbeda dengan tahun ini, ia harus menelan pil pahit gagal panen dan terpaksa menjadi pengangguran hingga musim kemarau berlalu.

Menganggur selama kemarau...

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement