Rabu 27 Sep 2023 15:13 WIB

Implementasi Keputusan MK Perppu Cipta Kerja tak Melanggar Konstitusi

Penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden adalah langkah yang penting. 

Prof Ibnu Sina Chandranegara
Prof Ibnu Sina Chandranegara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang saat ini berlaku merupakan hasil proses yang berlangsung cukup panjang. Salah satu langkah dalam proses tersebut melibatkan prerogatif presiden dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). 

Perppu Nomor 2 Tahun 2022 (Perppu Cipta Kerja) yang dikeluarkan oleh Presiden pada akhir Desember 2022 adalah implementasi dari wewenang yang telah diberikan oleh konstitusi.

Profesor Hukum Tata Negara Ibnu Sina Chandranegara mengungkapkan, penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden adalah langkah yang penting. Hal itu untuk mencegah kekosongan dalam konstitusi yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan yang dihadapi oleh Indonesia.

"Meskipun sebagian besar kelompok yang menentangnya menganggap Perppu sebagai pelanggaran konstitusi, sebenarnya dalam segi formil, Presiden memiliki kewenangan untuk menerbitkan perppu ini, yang dijamin oleh Pasal 22 UUD 1945," ujar Prof Ibnu dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Rabu (27/9/2023).

Lebih lanjut, Prof Ibnu menekankan, penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden juga merupakan tindak lanjut dari keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). 

Dengan dikelurkannya Perpu Cipta Kerja, maka Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi-lah yang berwenang untuk menilai terkait dengan penerbitan Perpu Cipta Kerja. Oleh karena itu, keputusan ini seharusnya dipahami dan dihormati karena merupakan hak eksklusif yang dimiliki oleh Presiden.

"Selain itu, tindakan penerbitan Perppu ini tidak dapat dianggap sebagai pembangkangan konstitusi atau yang dikenal dengan istilah 'constitutional disobedience,' karena didasarkan pada kewenangan konstitusional yang dimiliki oleh Presiden," ujar Prof Ibnu.

Polemik terkait belum disahkannya Perppu Cipta Kerja sebagai Undang-Undang oleh DPR dalam sesi yang sama saat pengajuan tidak dapat membatalkan perppu ini. Perppu yang telah diajukan ke DPR hanya dapat dicabut apabila tidak mendapatkan persetujuan yang secara resmi disampaikan oleh DPR.

Prof Ibnu juga menjelaskan, bahwa dalam prinsipnya, penyusunan Perppu Cipta Kerja telah memperhatikan prinsip partisipasi yang bermakna. Namun, dia menegaskan, bahwa karena perppu merupakan hak prerogatif Presiden, maka keputusan mengenai pihak-pihak yang akan dimintai masukan berada di tangan Presiden.

"Presiden memiliki hak untuk menentukan siapa yang harus didengarkan dan dipertimbangkan (choose to be heard dan choose to be considered), bahkan hingga menentukan siapa yang harus memberikan penjelasan (choose the explainer)," kata Ibnu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement