Rabu 27 Sep 2023 18:31 WIB

Tukar Peran Suami Istri: Istri Jadi Tulang Punggung, Suami di Rumah, Ini Kata Psikolog

Pertukaran peran antara suami dan istri dinilai perlu disepakati bersama.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Qommarria Rostanti
Keluarga (ilustrasi). Ada keluarga yang menerapkan pertukaran peran, di mana istri bertugas menjadi tulang punggung sementara suami tidak bekerja alias menjadi stay home dad.
Foto: www.freepik.com
Keluarga (ilustrasi). Ada keluarga yang menerapkan pertukaran peran, di mana istri bertugas menjadi tulang punggung sementara suami tidak bekerja alias menjadi stay home dad.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di saluran Youtube Melaney Ricardo, istri pesebak bola Irfan Bachdim, Jennifer Bachdim, mengungkapkan bahwa dia kini menjadi tulang punggung keluarga. Selama Irfan tidak bekerja, Jennifer tidak masalah dengan hal tersebut. 

Normalkah jika istri menjadi tulang punggung keluarga? Jika hal ini terjadi di sebuah keluarga, apa saja yang perlu diperhatikan?

Baca Juga

Terkait hal tersebut, psikolog dari Universitas Indonesia (UI) A Kasandra Putranto berkomentar, peran tradisional seorang suami sebagai tulang punggung keluarga mengalami perubahan dalam beberapa tahun terakhir. Dia berpendapat, jika pasangan sepakat istri akan menjadi tulang punggung keluarga, sementara suami tidak bekerja, itu adalah keputusan yang mereka ambil bersama. 

Meski tidak ada yang salah dengan istri menjadi tulang punggung keluarga, namun menurut Kasandra, penting untuk mendorong kesetaraan dalam hubungan perkawinan dan mempertimbangkan keputusan ini secara bersama. “Pada kenyataannya sudah banyak terjadi di Indonesia. Namun demikian hal ini dapat menyebabkan finansial yang lebih pada istri, terutama jika pendapatan istri tidak mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan keluarga,” ujar Kasandra kepada Republika.co.id, Rabu (27/9/2023). 

Dia mengatakan, hal ini dapat menyebabkan ketegangan dan konflik dalam hubungan perkawinan. Istri mungkin harus mengambil peran yang lebih dominan dalam pengambilan keputusan dan manajemen keuangan keluarga. Selain itu, hal ini dapat memengaruhi dinamika kekuasaan dan peran tradisional dalam keluarga. 

Selanjutnya, Kasandra menuturkan kondisi ini dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan emosional istri, serta hubungan dengan anggota keluarga lainnya. Baginya, penting untuk mencari solusi yang saling mampu dalam keluarga, seperti mencari pekerjaan baru untuk suami atau mencari cara agar suami dapat berkontribusi dalam kehidupan keluarga, baik secara finansial maupun dalam tugas rumah tangga. 

“Penting juga untuk berkomunikasi secara terbuka dan saling mendukung dalam menahan tantangan yang timbul akibat situasi ini,” katanya. 

Menjadi bapak rumah tangga atau stay at home dad tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Kasandra mengatakan, beberapa kelebihan bapak rumah tangga yaitu bapak rumah tangga dapat membantu menciptakan lingkungan keluarga yang stabil dan harmonis, membantu membangun hubungan yang lebih dekat dan memperkuat ikatan keluarga, dan dapat mengurangi beban yang biasanya ditanggung oleh ibu dan menjalankan rumah tangga. Dengan begitu, memungkinkan bagi ibu untuk lebih fokus pada karier atau minat pribadi lainnya. 

Sementara itu, kekurangan bapak rumah tangga adalah beberapa orang mungkin tidak memahami atau menghargai pilihan ini. Hal tersebut dapat menyebabkan tekanan dan penghakiman dari orang lain. Pilihan menjadi bapak rumah tangga dapat memerlukan penyesuaian gaya hidup dan pengaturan keuangan yang lebih hati-hati. 

 

Apa yang mesti diperhatikan jika pasangan mau bertukar peran yaitu ibu menjadi tulang punggung, sedangkan ayah menjadi bapak rumah tangga? Kasandra mengatakan, menurut Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah pada 2022, salah satu efek negatif dari pertukaran peran dalam rumah tangga adalah suami yang mengalami krisis maskulinitas. Tidak sedikit laki-laki yang merasa menjadi laki-laki sebab pandangan patriarki dan sering terjadi perceraian atau bahkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) karena hal ini. 

“Dalam pandangan patriarki, lelaki menjadi pemimpin dan saat posisi itu diubah mereka merasa kehilangan jati diri mereka dan membuat mereka dapat melakukan KDRT untuk mengembalikan,” ujarnya mengutip Komisioner Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah.

Di sisi lain, Kasandra juga mengatakan, tren bapak rumah tangga telah meningkat 30 tahun belakangan. Menurut Alimatul, banyak faktor yang mengakibatkan perubahan ini, seperti kesadaran mengenai kesetaraan gender, perempuan yang banyak menjadi lulusan terbaik dan meningkatnya kesejahteraan untuk pekerjaan yang didominasi perempuan. Meskipun sebagian masyarakat sudah bisa menerima, namun sebagian orang yang masih menganggap hal ini tidak benar. Pandangan bahwa suami yang harus bekerja dan menafkahi keluarga memang sudah melekat erat dan susah dilepaskan. Akibatnya akan timbul gosip atau kabar tidak sedap dari masyarakat lingkungan sekitar. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement