REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh menyatakan bahwa money politics (politik uang) rawan dan kerap terjadi saat masa tenang sebelum pelaksanaan Pemilu, dan ini harus diantisipasi bersama pada pesta demokrasi 2024 nanti.
"Politik uang dalam Pemilu itu rawan terjadi saat masa tenang biasanya," kata Komisioner Panwaslih Aceh Safwani, di Banda Aceh, Rabu (27/9/2023).
Tak hanya di masa tenang, kata dia, politik uang juga rawan terjadi saat tahapan pelaksanaan kampanye kandidat baik calon eksekutif maupun legislatif.
Selain itu, lanjut Safwani, politik uang juga rawan terjadi dalam proses atau hari pemungutan suara. Ketiga titik tersebut perlu diawasi baik, sehingga dapat dicegah sejak awal.
"Bahwa kampanye kita nanti itu ada waktu sekitar 75 hari sejak ditetapkan, dan ini titik rawan politik uang. Termasuk nanti saat pemungutan suara," ujarnya.
Terhadap potensi kerawanan tersebut, Safwani meminta adanya partisipasi semua kalangan masyarakat untuk menjadi pengawas selama proses Pemilu 2024 berlangsung, termasuk dari media massa.
"Mohon partisipasi semua untuk mengawasi pada tiga tahapan tersebut. Karena jika terbukti ada money politics, bisa dikenakan sanksi Pidana sesuai UU 7 Tahun 2017," katanya.
Karena itu, Safwani meminta masyarakat untuk meningkatkan pengawasan partisipatif secara bersama-sama, mau terlibat aktif, dan siap melaporkan jika mengetahui adanya dugaan pelanggaran politik.
Dalam melaporkan pelanggaran Pemilu, Safwani juga meminta masyarakat dapat mengumpulkan alat bukti dan saksi, sehingga laporannya bisa ditangani secara tuntas, baik itu terkait politik uang dan lainnya.
"Bukti yang dikumpulkan adalah minimal melihat langsung adanya pembagian uang, mendengarkan langsung ada percakapan dan kemudian bukti barang apa yang diberikan. Minimal dua alat bukti tertulis dan juga dua saksi," demikian Safwani.