Kamis 28 Sep 2023 07:26 WIB

Sudan Hadapi Penyebaran Penyakit Kolera dan Demam Berdarah

Buruknya sistem kesehatan akibat perang menjadi andil dalam munculnya penyakit itu

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Esthi Maharani
Pasien dengan gejala kolera duduk di pusat observasi di klinik kolera. Petugas medis di Sudan telah memperingatkan munculnya penyebaran penyakit kolera dan demam berdarah karena datangnya hujan musima
Foto: AP/Odelyn Joseph
Pasien dengan gejala kolera duduk di pusat observasi di klinik kolera. Petugas medis di Sudan telah memperingatkan munculnya penyebaran penyakit kolera dan demam berdarah karena datangnya hujan musima

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Petugas medis di Sudan telah memperingatkan munculnya penyebaran penyakit kolera dan demam berdarah karena datangnya hujan musiman. Buruknya sistem kesehatan akibat perang juga menjadi andil dalam munculnya penyakit tersebut.

Otoritas kesehatan telah mengkonfirmasi kasus kolera untuk pertama kalinya sejak perang antara faksi militer yang bersaing dimulai pada pertengahan April. Otoritas kesehatan mengatakan, kasus paling awal telah terdeteksi di negara bagian Al-Qadarif pada akhir Agustus.

Baca Juga

Kementerian Kesehatan federal mengatakan, sebanyak 18 orang telah meninggal dan 265 orang terinfeksi kolera di negara bagian Al-Qadarif. Sementara sindikat dokter di Sudan mengatakan, 3.398 kasus demam berdarah tercatat di negara bagian Al-Qadarif, Laut Merah, Kordofan Utara, dan Khartoum antara pertengahan April dan pertengahan September.

“Jumlah-angka ini mewakili puncak gunung es dan jauh lebih rendah dibandingkan kasus-kasus yang diduga terjadi di rumah-rumah dan dari mereka yang terkubur tanpa catatan,” kata pernyataan sindikat dokter di Sudan.

Laporan tersebut menyebutkan, pencemaran air minum dari jenazah yang tidak dikuburkan, termasuk limbah, dan kurangnya persiapan layanan kesehatan sebelum musim hujan menjadi faktor penyebab munculnya penyakit. Penduduk di Al-Qadarif mengatakan, demam berdarah, malaria, kolera, dan diare telah menyebar karena kurangnya drainase air hujan. Selain itu, fasilitas kesehatan  sangat penuh sesak karena kedatangan orang-orang yang mengungsi dari Khartoum. Negara bagian Al-Qadarif sangat penting bagi produksi pertanian tadah hujan di Sudan dan berbatasan dengan Ethiopia.

Terdapat puluhan serangan terhadap fasilitas kesehatan sejak konflik meletus antara Angkatan Darat Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter pada tanggal 15 April.  Sebagian besar rumah sakit di Khartoum sudah tidak beroperasi lagi.

Lebih dari 4,2 juta orang telah meninggalkan rumah mereka karena perang, dan hampir 1,2 juta orang telah pindah ke negara-negara tetangga, sehingga memberikan tekanan besar pada sumber daya Sudan yang terbatas.  Upaya bantuan internasional sangat kekurangan dana.

Pekan lalu, PBB mengatakan lebih dari 1.200 anak meninggal karena dugaan campak dan kekurangan gizi di kamp pengungsi di negara bagian Nil Putih, Sudan. Sementara penyakit kolera, demam berdarah, dan malaria menimbulkan risiko di seluruh negeri.

Demam berdarah merupakan endemik di Sudan.  Penyakit ini bisa menjadi lebih parah dan terkadang berakibat fatal jika terjadi infeksi berulang, sehingga upaya pengendaliannya menjadi perhatian jangka panjang.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement