Kamis 28 Sep 2023 20:30 WIB

Kala Inggris Minta Bantuan Kesultanan Turki Utsmani karena Terisolasi dari Eropa

Inggris pernah ada dalam keadaan terisolasi dari Eropa.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Masjid Nusretiye merupakan salah satu bangunan tempat ibadah peninggalan kejayaan Dinasti Turki Utsmani (Ottoman) di wilayah Istanbul, Turki.
Foto: Google.com
Masjid Nusretiye merupakan salah satu bangunan tempat ibadah peninggalan kejayaan Dinasti Turki Utsmani (Ottoman) di wilayah Istanbul, Turki.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Inggris pernah ada dalam keadaan terisolasi dari Eropa. Ini terjadi pada tahun 1570 ketika Inggris diboikot oleh gereja Katolik dan Ratu Elizabeth I mengalami pengucilan oleh Paus Vatikan sehingga membuat Kerajaan Inggris menderita, baik dari sisi budaya dan ekonomi.

Keadaan itu menghancurkan Inggris seolah masuk ke dalam terowongan gelap. Mereka hanya memiliki satu solusi, yaitu berkomunikasi dengan musuh-musuh gereja di Timur dan membangun aliansi yang kemudian dilupakan sejarah.

Baca Juga

Gereja Inggris secara tegas memang menolak bertransaksi dan berdagang dengan orang-orang non-Kristen. Ada ancaman bagi mereka yang melanggar perintah tersebut. Tetapi, dalam kondisi terpuruk itu, beberapa pedagang Eropa secara diam-diam terlibat dalam transaksi perdagangan dengan pelabuhan di Maroko, Tunisia, dan Aljazair di Afrika Utara.

Perdagangan tersebut dilakukan diam-diam agar tidak menarik perhatian Gereja. Ini membantu mereka untuk menerima manfaat dari aktivitas perdagangan di pesisir pantai. Salah satu pedagang paling terkenal saat itu, yang tentu sebetulnya telah melanggar aturan gereja Inggris, adalah pedagang tekstil Inggris bernama Anthony Jenkinson.

Dia berdagang di Aleppo sebagai tempat perhentian Jalur Sutra yang terkenal. Ia bertemu dengan Sultan Turki Utsmani Suleiman I yang berjuluk Al Qonuni pada tahun 1535. Jenkinson berhasil memberikan hak komersial pertama bagi Inggris untuk berdagang secara bebas di wilayah Ottoman.

Sekembalinya ke Inggris, dia ditunjuk sebagai perwakilan pertama dari sebuah perusahaan perdagangan baru, dan dikirim untuk berdagang dengan Shah Iran dan penguasa negara Safawi.

Perdagangan dengan mereka sempat berkembang pesat tetapi kerugian finansial akibat perdagangan jarak jauh itu, yang dilakukan melalui Rusia, membuatnya tidak berlanjut. Semua perdagangan itu dilakukan secara informal atau tanpa persetujuan eksplisit dari penguasa Inggris. Hingga akhir tahun 1570-an, Elizabeth I dan para penasihatnya mulai secara terbuka mendorong perdagangan dengan umat Islam.

Salah satu penasihat senior Ratu Elizabeth, Sir Francis Walsingham, menyarankan agar Elizabeth mengirim duta besar tetap ke Konstantinopel untuk menciptakan aliansi komersial dan politik dengan Kesultanan Turki Utsmani dan penguasanya, Sultan Murad III.

Sultan menyambut baik hubungan dengan Inggris. Pada tahun berikutnya, para pedagang Elizabeth mulai mengangkut besi tua ke Konstantinopel, yang kemudian diubah menjadi amunisi untuk perang Ottoman dengan Spanyol Katolik dan Persia. Inggris memiliki begitu banyak logam dari atap dan lonceng yang diambil dari gereja-gereja dan biara-biara Katolik. Ini terjadi ketika Inggris mendapat pembatasan dari Eropa.

Sebuah perjanjian antara Kesultanan Turki Utsmani dan Inggris telah diteken. Perjanjian ini disebut dengan "Capitulations". Perjanjian ini memungkinkan para pedagang Inggris untuk beroperasi secara bebas di seluruh wilayah Ottoman. Inggris mendapatkan pengurangan harga bea masuk. Perjanjian ini juga membuat Inggris terlindungi dari serangan pihak mana pun.

Perwakilan atau duta besar Inggris juga ditunjuk di seluruh wilayah Ottoman. Perjanjian tersebut tetap berlaku hingga tahun 1922 ketika Kesultanan Utsmani jatuh. Elizabeth terus mendukung perdagangan dengan Maroko dan penguasanya, Abu Abbas Ahmed Al-Mansur.

Pada tahun 1585, Ratu Elizabeth mendukung pendirian perusahaan perdagangan yang menghubungkan kedua negara, yang meresmikan perdagangan kala itu. Maroko menukar emas dan gula dengan kain Inggris, logam, dan sendawa. Perdagangan dengan Persia juga berlanjut sesekali. Inggris memperoleh gula, sutra, rempah-rempah, dan karpet Persia.

Sejak munculnya Ratu Elizabeth I ke tahta Inggris pada tahun 1558, dia ada dalam keadaan bermusuhan, dan menyerupai perang dingin, dengan Raja Spanyol Philip II, yang merupakan suami mendiang saudara perempuannya, Mary. Philip ingin mengembalikan Inggris ke Gereja Katolik, dengan kekerasan jika perlu.

Saat itu Spanyol dianggap sebagai negara paling kuat di dunia dan Eropa setelah ditemukannya Dunia Baru, sehingga Philip memandang dirinya sebagai pembela Gereja dan ingin memperluas kendalinya atas semua orang.

Philip memprovokasi Inggris, termasuk mengizinkan bajak laut yang ditunjuk pemerintah untuk menyerang konvoi dan pelabuhan Spanyol di Amerika, dan merayakan mereka sebagai pahlawan di Inggris. Selain itu Philip juga menandatangani perjanjian untuk membantu Belanda memperoleh kemerdekaan dari kekuasaan Spanyol.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement