Sabtu 30 Sep 2023 16:29 WIB

Dewa Palguna Ragukan Arsul Sani Bakal Independen Jadi Hakim MK

Seperti dikatakan Bambang Pacul, Mahkamah Konstitusi hanyalah tinggal lelucon.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Erik Purnama Putra
Eks hakim Mahkamah Konstitusi (MK), I Dewa Gede Palguna
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Eks hakim Mahkamah Konstitusi (MK), I Dewa Gede Palguna

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Gede Dewa Palguna meragukan independensi politikus PPP Arsul Sani yang terpilih menjadi hakim MK pilihan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Palguna khawatir Arsul bakal menjadi penyambung kepentingan DPR di MK.

Palguna tak meragukan kualitas ilmu yang dimiliki Arsul Sani. Apalagi, Arsul sudah puluhan tahun berkecimpung di dunia hukum dan memiliki gelar doktor.

Baca Juga

"Secara pengetahuan dan keilmuan, saya sedikit pun tidak meragukan kemampuan Pak Arsul Sani. Saya kenal beliau. Yang menjadi masalah ialah, benarkah beliau akan mampu bersikap independen?" kata Palguna kepada Republika.co.id di Jakarta dikutip Sabtu (30/9/2023).

Palguna menyayangkan sikap DPR terhadap hakim MK yang ditunjuk. DPR  menganggap orang yang dipilihnya sebagai hakim MK wajib membela kepentingan Parlemen. Bahkan, hakim MK dari DPR RI disebut wajib berkonsultasi dengan DPR RI sebelum memutus perkara.

"Anda lihat sendiri standing DPR, sebagaimana tercermin dari pertanyaan-pertanyaan Komisi III, khususnya Bambang Pacul. Masa hakim MK dianggap mewakili DPR? Dia paham sistem ketatanegaraan nggak sih?" sindir Palguna.

Padahal, menurut Palguna, hakim MK yang merupakan perwakilan DPR tak wajib membela DPR. Dia meyakini independensi termasuk nilai penting yang wajib dijunjung tinggi hakim MK.

"MK itu pengadilan, bukan lembaga politik seperti DPR. Sebagai pengadilan, syarat utamanya adalah independensi. Kalau sebelum memutus pengujian undang-undang hakimnya diminta konsultasi dulu ke Komisi III DPR, seperti dikatakan Bambang Pacul, Mahkamah Konstitusi hanyalah tinggal lelucon," ujar Palguna.

Selain itu, Palguna mengingatkan sejarah berdirinya MK di berbagai negara di dunia, adalah untuk untuk 'mengerem' kemahakuasaan parlemen yang diturunkan oleh penerapan prinsip supremasi parlemen. Padahal, sambung dia, saking berkuasanya sehingga parlemen bertindak melampaui batas yang ditentukan oleh konstitusi.

"Itulah sebab lahirnya mahkamah konstitusi dikatakan sebagai kritik terhadap penyalahgunaan prinsip supremasi parlemen," ujar Palguna.

Diketahui, Komisi III DPR menyepakati memilih Arsul Sani menjadi hakim MK menggantikan posisi Wahiduddin Adams. Mantan wakil ketua Komisi III yang kini merupakan anggota Komisi II tersebut memastikan dirinya independen dan tak memihak.

"Independensi itu buat hakim adalah suatu keharusan ya, terlepas dari siapapun dia itu dia berasal. Jangan juga kemudian diasumsikan bahwa karena dia dari DPR dia tidak independen," ujar Arsul usai uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (26/9/2023).

Arsul yang juga merupakan wakil ketua MPR menjamin melepaskan semua jabatannya di DPR, MPR, dan PPP setelah terpilih.Meski dirinya diusulkan oleh DPR, Arsul siap dalam menjalankan tugasnya tetap berpegang aturan di MK.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement