Sabtu 30 Sep 2023 19:57 WIB

Buruh Harap Hakim MK Konsisten Menyatakan UU Omnibuslaw Cipta Kerja Inkonstitusinal

Buruh tetap nyatakan UU Omnibuslaw Cipta Kerja inkonstitusional

Aksi buruh menolak UU Omnibuslaw Cipta Kerja. (ilustrasi).
Foto: istimewa
Aksi buruh menolak UU Omnibuslaw Cipta Kerja. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA --  Sejumlah serikat buruh dan pekerja yang tergabung dalam Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) berharap sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) konsisten menyatakan bahwa Omnibuslaw Cipta Kerja inkonstituional. Sikap MK ini diharapakan pada putusan soal gugatan para buruh terhadap UU Ciptakerja yang akan dibacakan Senin depan (2/10/2023).

"Kalau dulu MK menolak UU Cipta Kerja karena dinilai inkonstitusional bersyarat, maka sekarang mudah-mudahan MK menyatakan inkonstitusional permanen," kata Koordinator Aksi Sejuta Buruh, Rudi HB Damam di Jakarta, Sabtu (30/9) siang.

Senada dengan itu, Ketua Sekjend KSPSI Arif Minardi mengaku khawatir bahwa keputusan MK pada dua tahun lalu yang diambil oleh hakim Wahidudin Adams, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, dan Aswanto akan berubah setelah hakim Aswanto diberhentikan dari jabatannya oleh DPR RI.

"Seharusnya pemerintah melaksanakan Putusan MK untuk memperbaiki UU tersebut. Namun, pemerintah justru mengabaikan putusan MK dan menolak dialog dengan pihak-pihak terkait, khususnya buruh. Yang dilakukan pemerintah malah menerbitkan Perppu yang disahkan menjadi UU oleh DPR RI. Jadi pemerintah tidak melaksanakan putusan MK," tegas Joko Heryono, Ketua Umum SPN.

Para perwakilan sejumlah aliansi serikat buruh dan pekerja dalam kesempatan itu berharap semua berharap agar sembilan hakim MK bisa memutuskan gugatan terhadap UU Cipta Kerja secara adil dan mengedepankan kepentingan masa depan bangsa. "Jika sembilan hakim MK tidak memutuskan membela rakyat, jangan salahkan jika rakyat marah dan menuntut pertanggung jawaban hakim-hakim MK," tegas Sunarti, dari SBSI 92.

Sementara itu Ketua Umum KSPSI Jumhur Hidayat menegaskan, kalau MK tidak membatalkan UU Omnibus Law berarti menjilat ludahnya sendiri. "Kita tidak ingin melihat hakim-hakim MK yang mulia dan pengawal konstitusi itu menjilat ludahnya sendiri," tegas Jumhur.

Jika MK menolak gugatan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja, Jumhur menegaskan, para buruh akan menuntut pemerintah menerbitkan Perppu mencabut UU tersebut atau meminta Presiden Jokowi mundur. 

Mengutip Bung Karno Proklamator Kemerdekaan, Jumhur mengatakan sudah saatnya semua kekuatan revolusioner bergabung untuk melawan penindasan ini.

Lebih jauh, para aktvis yang tergabung dalam Aliansi Akis Sejuta Buruh (AASB) menyatakan jika gugatan terhadap UU Omnibus Law Ciptaker ditolak MK, buruh akan terus melanjutkan perjuangan sampai UU tersebut dicabut.

"Kami akan meneruskan perjuangan sampai UU itu dicabut, dengan melakukan demo besar-besaran pada 10 Desember nanti," kata Arif Minardi.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement