REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG----Masjid Salman ITB melalui Wakaf Salman dan Saviorangers baru saja menggelar acara “Gerakan 1000 Moms Cerdas Kelola Sampah” pada hari Sabtu (30/9/23), di Masjid Salman ITB, Jl Ganesa Kota Bandung.
Menurut Manajer Program Wakaf Salman, Bayu Rian Andriansyah, kegiatan tersebut bertujuan untuk memberikan pelatihan pengelolaan sampah pada ibu-ibu. Dilatarbelakangi karena, keresahan masyarakat umum, khususnya ibu rumah tangga di Bandung Raya terkait penumpukan sampah yang terjadi dimana-mana pasca TPA Sarimukti terbakar.
"Pengelolaan sampah di rumah tangga ini dekat dengan ibu-ibu. Makanya, kami mengundang ratusan ibu-ibu dari berbagai daerah di Jabar untuk edukasi soal pengelolaan sampah," ujar Bayu kepada Republika, Ahad (1/10/2023).
Bayu berharap, ibu-ibu yang memperoleh pelatihan cara mengelola sampah ini, bisa menurlakan ilmunya ke ibu-ibu yang lain dalam komunitasnya. Yakni, baik ke majelis ta'lim, teman arisan atau tetangga kompleks.
"Harapannya dengan kampanye ini, ibu-ibu bisa menularkan ilmunya ke yang lain. Jadi semua mau mengelola sampah sendiri," katanya.
Bayu berharap, kegiatan ini dapat menjadikan Masjid Salman sebagai model dari Masjid yang ramah lingkungan.
“Kita akan selalu aktif mengedukasi masyarakat agar peduli dengan lingkungannya, dimulai dari hal yang paling sederhana yaitu mengelola sampah di rumahnya masing-masing,” katanya.
Menurut Bayu, kegiatan yang dilakukan oleh Wakaf Salman dan Saviorangers ini sangat sejalan dengan misi Masjid Salman ITB, yaitu untuk menjadi Masjid Ramah Lingkungan.
Salman ITB sendiri merangkul salah satu mentor Salman Ramah Lingkungan sekaligus Ketua Ikatan Alumni Teknik Lingungan ITB, yaitu Gun Gun Saptari, acara ini memiliki upaya untuk melibatkan para ibu rumah tangga dalam aksi pengelolaan sampah.
Kang Gun Gun – sapaan akrab beliau, memberikan workshop terkait pengomposan sampah kepada seluruh peserta menggunakan metode Karung, Ember, dan Kompos (Kang Empos), sebagai salah satu reaktor organik paling sederhana yang nantinya bisa dilakukan di rumah masing-masing oleh peserta yang hadir.
Menurut salah satu penggiat di komunitas Salman Environment Rangers (Saviorangers) Lulu Nailufaaz, sumber masalah dari kasus tersebut adalah sampah yang tercampur dan tidak terkelola dengan baik.
Gas metana yang dihasilkan dari sampah organik di TPA Sarimukti, kata dia, menyebabkan sulitnya penanganan serta pengolahan sampah yang membuat semakin bertumpuknya sampah di berbagai lokasi di Kota Bandung.
Di balik itu, menurut data yang dihasilkan dari DLHK Kota Bandung, sebanyak 44,52 persen sampah yang paling sering dibuang oleh masyarakat Kota Bandung adalah sampah sisa makanan rumah.
Hal itulah yang membuat Wakaf Salman beserta Saviorangers berupaya untuk memberikan solusi, dengan cara mewadahi para ibu rumah tangga dalam kegiatan pelatihan pengelolaan sampah organik.
Wakaf Salman dan Saviorangers meyakini, ibu rumah tangga memiliki peran sentral dalam keluarga dan lingkungan terdekatnya perihal edukasi pemilahan sampah, khususnya pengelolaan sampah sisa makanan rumah.
Harapannya, kata dia, lebih banyak lagi penggerak-penggerak untuk mendorong upaya penanganan sampah yang lebih baik lagi utamanya di Bandung Raya, sehingga tidak hanya peserta yang hadir saja yang bisa mengolah sampah organik dari rumahnya masing-masing.
"Tetapi juga mereka dapat mengajak lebih banyak lagi warga-warga di sekitar rumahnya,” papar Lulu.
Selain workshop mengolah sampah, adapun aksi sedekah sampah dan minyak jelantah yang diinisiasi oleh Saviorangers dan Asosiasi Kafe dan Restoran (AKAR Community). Setiap peserta yang hadir, diwajibkan untuk membawa sampah dan minyak jelantah dari rumahnya, untuk kemudian dikelola oleh tim terkait guna menjadi hal-hal bernilai untuk program pemberdayaan sampah lainnya di Masjid Salman ITB.