Ahad 01 Oct 2023 21:44 WIB

Terpilih Lagi Jadi Ketum MES, Erick Ungkap PR Eksyar Indonesia

Sandiaga Uno terpilih menjadi Wakil Ketua MES.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) periode bakti 2023-2025 Erick Thohir, Wakil Presiden RI Ma
Foto: Dian Fath Risalah
Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) periode bakti 2023-2025 Erick Thohir, Wakil Presiden RI Ma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN Erick Thohir kembali terpilih menjadi Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) periodik 2023-2025 dalam Musyawarah Nasional ke-VI MES yang diselenggarakan di Gedung Plaza Mandiri Jakarta, Ahad (1/1/2023) hari ini. Terpilih pula Sandiaga Uno, yang kini menjabat Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, menjadi Wakil Ketua Umum MES.

Dalam sambutannya, Erick menyampaikan peluang dan tantangan ekonomi syariah nasional. Untuk peluang, Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia yaitu sekitar 229 juta jiwa atau 87,2 persen dari total penduduknya.

Hal ini menjadikan Indonesia pasar potensi bagi produk ekonomi syariah. Bahkan, berdasarkan data OJK, total aset industri keuangan syariah Indonesia pada akhir 2022 mencapai lebih dari Rp 2.813 triliun atau tumbuh sebesar 13,4 persen dari tahun sebelumnya.

"Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan kinerja perbankan syariah, asuransi syariah dan pasar modal syariah," tuturnya.

Indonesia juga memiliki potensi besar di sektor industri halal. Terbukti, State of The Global Islamic Report menempatkan Indonesia di peringkat ke-4 sebagai negara dengan ekonomi halal terbesar di dunia. Potensi ini dapat menjadi peluang bagi pengembangan ekonomi syariah Indonesia, meskipun memiliki peluang besar pengembangan ekonomi negara Indonesia juga menghadapi beberapa tantangan.

"Tantangannya antara lain market share industri jasa keuangan syariah relatif masih rendah yaitu tercatat di angka 10,69 dimana bahwa Pak Wapres pernah menargetkan di angka 16 persen waktu itu," ucapnya.

Artinya masih banyak masyarakat kita yang belum menggunakan produk dan jasa keuangan syariah. Tak hanya itu, tingkat literasi dan inklusif keuangan syariah masih rendah yaitu tercatat 9,14 persen dan 12,12 persen. Capaian ini jauh tertinggal dibandingkan indeks literasi inklusi keuangan nasional yaitu yang sebesar 49,68 dan 85 persen.

Salah satu faktor masih lambatnya pertumbuhan ekonomi syariah adalah diferensiaasi model bisnis produk syariah yang masih terbatas. Selain itu. inovasi dan kreativitas pelaku industri syariah juga masih sangat dibutuhkan untuk menciptakan model bisnis produk syariah yang tentu tepat yang mengikuti pada zamannya.

Adapula tingkat adaptasi dan adaptasi teknologi yang belum memadai. Padahal, di era ini industri halal dan sektor keuangan syariat dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan teknologi yang semakin cepat.

"Pemenuhan sumber daya manusia yang belum memadai, sumber daya manusia dengan kepakaran di bidang ekonomi dan keuangan syariah juga diperlukan agar industri halal dan sektor keuangan syariah bisa terus berkembang secara optimal," tegasnya.

Untuk itu diperlukan kerja sama dan berbagai pihak, di sinilah peran besar masyarakat ekonomi syariah yang diharapkan dapat berkontribusi secara optimal dalam mengembangkan ekonomi syariah demi kemaslahatan umat. Erick menekankan, hal utama yang paling penting adalah kontribusi masyarakat Indonesia dalam pengembangan ekonomi syariah itu sendiri.

"Kami berharap agar mes ke depan terus berkontribusi aktif dalam mendorong dan melaksanakan program-program pemberdayaan ekonomi rumah serta konsisten menjadi motor penggerak pengembangan usaha syariah, mendorong pengembang teknologi dan transformasi digital di industri syariah dengan harapan dapat membantu koneksikan dan mendorong keuangan syariah yang lebih luas," ucapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement