REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Budayawan Yahya Andi Saputra mengajak masyarakat DKI Jakarta untuk mengenali jati diri melalui motif-motif yang tergambar di dalam batik Betawi. Pasalnya, batik Betawi mengandung nilai-nilai sejarah yang kaya.
"Di dalam motif itu mengandung nilai-nilai pengertian dan sejarah--bagaimana kita dekat dengan lingkungan kita, bagaimana kita senantiasa bersama-sama dalam keseharian kita," kata ketua Keluarga Batik Betawi itu pada Senin (2/10/2023).
Salah satu keunggulan batik Betawi, menurut Yahya, menampilkan motif-motif khas budaya Betawi yang tidak dijumpai pada batik dari daerah lainnya. Motif-motif alam, seperti seser Ciliwung, merepresentasikan kedekatan masyarakat Betawi dengan lingkungan di sekitarnya sejak lama.
Keunggulan lain, batik Betawi memiliki warna-warna yang cerah dan terang. Warna ini menggambarkan keterbukaan, kemeriahan, kebersatuan, dan keberagaman yang hidup di Kota Jakarta sejak masa kolonial. Pada masa itu, Pelabuhan Sunda Kelapa menjadi pintu masuk orang-orang dari beragam etnis dan bangsa.
"Di dalam selembar kain batik itu ada ekosistem yang harus dijaga bahwa kita tidak bisa sendirian. Kita harus secara bersama-sama menjaga hijaunya alam ini. Kita harus senantiasa saling menopang di dalam menyelamatkan peradaban dan kehidupan kita sampai ke anak cucu," kata Yahya.
Batik Betawi mulai bertumbuh dan berkembang sejak awal abad ke-20 yang diadopsi dari batik Jawa Tengah, terutama dari wilayah pesisir. Tradisi batik dipopulerkan kaum pergerakan dari Jawa Tengah. Saat itu, kaum pergerakan yang bersekolah di Batavia mengenakan kain batik sebagai seragamnya.
Batik semakin diminati, apalagi didukung dengan hadirnya sentra batik seperti di Pasar Sabtu atau yang kini bernama Pasar Tanah Abang. Masyarakat Betawi tertarik motif-motif batik pesisiran yang didominasi warna-warna mencolok. Akhirnya, masyarakat menciptakan batik dengan sentuhan kearifan lokal Betawi.
Sejak 2009, batik telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO. Yahya menilai, sejauh ini pelestarian dan pengembangan batik yang dilakukan pemerintah sudah maksimal apalagi semenjak dicetuskannya Hari Batik Nasional sebagai momentum peringatan saat UNESCO menetapkan batik sebagai warisan budaya.
Dalam konteks Betawi, pemerintah telah menetapkan batik Betawi sebagai warisan budaya tak benda nasional dan menjadikannya bagian dari delapan ikon budaya Betawi. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga berupaya mengenalkan dan mendekatkan batik ini melalui beragam cara seperti lewat penyelenggaraan kontes Abang-None serta mata pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah.
Meski demikian, Yahya berharap upaya yang dilakukan pemerintah tersebut dapat terus dilanjutkan dan ditingkatkan. Penguatan pelestarian dan pengembangan juga diharapkan terwujud melalui program pendampingan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang memproduksi batik Betawi.