REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, merespons survei yang menyebut terjadi penurunan elektabilitas calon presiden (capres) Anies Rasyid Baswedan secara signifikan seusai menggandeng Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar.
Ujang menyebut, salah satu faktornya adalah perbedaan basis massa Anies Baswedan dengan PKB yang dinilai sulitkan sinergi. "Banyak faktor, ya, dalam konteks penurunannya Anies surveinya ketika menggandeng Cak Imin. Bisa jadi faktor lainnya adalah ya basis massa Anies dan PKB juga berbeda," ujar Ujang di Jakarta, Senin (2/10/2023).
Ujang menyampaikan, Anies meskipun dibesarkan melalui organisasi bernapaskan Islam (HMI) tetapi dianggap sebagai kalangan nasionalis modernis. Selain itu, Anies selama ini juga lekat dengan basis massa PKS yang ideologinya dianggap berseberangan dengan PKB yang basis massanya sebagian besar Nahdliyin.
"Bisa jadi salah satunya tadi bahwa perbedaan basis massa itu juga agak menyulitkan terjadi sinergi kekuatan dua tokoh tersebut," ujar Ujang.
Dia menilai, Jawa Timur (Jatim) merupakan medan pertempuran yang biasa diperebutkan pasangan capres dan cawapres. Sehingga menggandeng Cak Imin, belum tentu Anies dapat menguasai suara mayoritas Jatim, khususnya dari kalangan Nahdliyin, jika capres lain menggandeng pasangan dengan basis sama.
"Jadi agak sulit juga kalau misalkan Anies-Cak Imin bisa mendapatkan suara mayoritas di Jatim misalkan, kalau nanti Khofifah menjadi cawapresnya Prabowo atau cawapres Ganjar atau ada tokoh NU lain di Jatim yang menjadi cawapres," ujar Ujang.
Hasil survei LSI Denny JA memotret adanya penurunan elektabilitas Anies secara signifikan. Jika pada Agustus tingkat keterpilihan Anies di angka 19,7 persen, pada September merosot menjadi 14,5 persen. Survei dilakukan pada 4-12 September 2023 usai Anies deklarasi berpasangan dengan Muhaimin.