REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebutkan penghitungan kecepatan internet yang menyebutkan posisi Indonesia di urutan belakang di kawasan Asia Tenggara dinilai tak adil. Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Denny Setiawan mengatakan, hal itu disebabkan karena faktor pembanding yang tidak setara antarsatu negara dengan negara lainnya.
"Saya akan komplain sama teman-teman yang bikin speed test itu. Kalau Indonesia dibandingkan dengan Kamboja, saya challenge juga India sama China," ujar Denny di Jakarta, Senin (2/10/2023).
Menurutnya rata-rata kecepatan internet Indonesia dengan negara lain di Asia Tenggara tidak adil karena jumlah penduduk dan kondisi geografis Indonesia yang lebih banyak dibandingkan negara lainnya. Adapun penghitungan kecepatan internet yang dikomentari oleh Denny ialah hasil yang dirilis perusahaan analisis internet Ookla yang menempatkan Indonesia pada posisi ke-8 dari 10 negara ASEAN.
Dalam data tersebut Indonesia berada di atas Kamboja dan Myanmar, hanya terpaut beberapa peringkat. Ketua Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif Angga sepakat dengan pendapat dari Kemenkominfo terkait penghitungan internet yang dinilai tak seimbang.
Menurutnya akan lebih adil apabila pengukuran dilakukan dengan luasan wilayah yang sama, antarsatu wilayah dengan wilayah lainnya. "Kalau kita bandingkan Singapura sama Jakarta misalnya, saya berani jamin kecepatannya bisa bersaing. Saya yakin (Jakarta) bisa 150 Mbps per-user ya kualitasnya," kata Arif.
Dalam hasil penghitungan Ookla di Juli 2023, untuk kategori internet mobile di Asia Tenggara, Indonesia dengan kecepatan unduh 24,21 Mbps hanya unggul dari dua negara tetangga yakni Kamboja dengan kecepatan 23,74 Mbps dan Myanmar dengan kecepatan 23,31 Mbps.
Indonesia untuk kecepatan fixed broadband-nya, berada di posisi ke-8 di Asia Tenggara. Unggul dari Kamboja dengan kecepatan 22,35 Mbps dan Myanmar dengan kecepatan 19,41 Mbps.