REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hendaknya bersikap tawadhu dan wara bila telah mendapati satu ilmu. Dan bersyukurlah atas ilmu yang dimiliki dengan cara membaca tahmid dan mengamalkan ilmu tersebut untuk kemaslahatan. Sebab ilmu yang diperoleh adalah atas izin Allah ta'ala.
Oleh karenanya ketika telah memiliki ilmu janganlah merasa paling mengetahui segalanya. Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa nabi Musa pernah ditegur Allah ta'ala lantaran tak mengembalikan pujian kepada Allah ta'ala atas ilmu yang telah dimilikinya.
أَنَّ مُوْسَى قَالَ خَطِيْبًا فِي بَنِي إِسْرَائِيْلَ فَسُئِلَ أَيُّ النَّاسِ أَعْلَمُ؟ قَالَ أَنَا، فَعَتَبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ إِذْلَمْ يَرُدَّ الْعِلْمَ إِلَيْهِ فَأَوْحَى اللّٰهُ إِلَيْهِ إِنَّ لِيْ عَبْدًا بِمَجْمَعِ الْبَحْرَيْنِ هُوَ أَعْلَمُ مِنْكَ. (رواه البخاري عن أبي بن كعب)
Bahwasanya Musa a.s. (pada suatu hari) berkhutbah di hadapan Bani Israil. Kemudian ada orang bertanya kepada beliau, “Siapakah manusia yang paling alim.” Beliau menjawab, “Aku.” Maka Allah menegurnya karena dia tidak mengembalikan ilmu itu kepada Allah Ta’ala. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya, “Aku mempunyai seorang hamba di tempat pertemuan dua laut yang lebih alim daripadamu.” (Riwayat al-Bukhari dari Ubay bin Ka’ab)
Ketika seseorang telah memperoleh ilmu maka hendaklah untuk mengamalkan ilmu tersebut. Bersikaplah tawadhu dengan ilmu yang dimiliki, serta mengupayakan untuk terus menambah kedekatan kepada Allah. Jangan sampai setelah memperoleh ilmu, justru malah menyepelekan perbuatan dosa. Atau bahkan mencari-cari dalih sehingga suatu perbuatan yang melanggar syariat terlihat seperti tidak melanggar syariat.
Lihat halaman berikutnya >>>