REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR — Peneliti dari Program Studi Kimia Universitas Islam Makassar (UIM) dan Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Terbuka (UT) melakukan pembuktian terhadap isu BPA galon guna ulang yang disebut melebihi batas ambang aman. Hasilnya, mereka tak mendeteksi adanya migrasi BPA dari kemasan galon guna ulang ke dalam produk airnya.
“Di awal kami melakukan penelitian memang dasarnya karena waktu itu lagi marak bahkan sampai banyak berita terkait migrasi BPA galon guna ulang yang disebut-sebut telah bermigrasi ke dalam airnya melebihi batas ambang aman,” ujar Endah Dwijayanti, salah satu peneliti dari Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UIM, Senin (2/10/2023).
Dari sana, Endah bersama tiga peneliti lainnya, yakni Rachmin Munadi dan Sry Wahyuningsih yang merupakan rekannya di kampus yang sama, serta Iffana Dani Maulida dari Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Sains dan Teknologi UT mencoba melakukan pengujian khusus di wilayah Makassar. Penelitian mereka berjudul “Analisis Bisphenol A dan Di-ethylhexyl Dalam Air Galon Yang Beredar di Kota Makassar”.
“Kami mengambil beberapa sampel air galon guna ulang yang beredar di lima titik dan lima kecamatan, yang kami cek kandungan BPA-nya. Setelah kami coba, atau setelah kami analisa dengan instrumen GC-MS (Gas Cromatography and Mass Spectrometry), ternyata hasilnya negatif. Jadi tidak terdeteksi adanya kandungan BPA dalam air galonnya,” jelas Endah.
Kemudian, sampel juga diambil dari beberapa toko di lima titik di sana untuk dicek semua kandungan BPA-nya. Dalam menentukan titik-titik tersebut, mereka melakukannya dengan teknik sampling. Di mana, ada teknik pengambilan sampel agar semua titik itu bisa mewakili tempat beredarnya produk-produk itu.
Mereka juga menyebarkan kuisioner kepada para pemilik toko untuk menanyakan produk apa saja paling banyak dikonsumsi atau dibeli oleh masyarakat. Dari proses itu diperoleh data, air minum dalam kemasan (AMDK) yang paling banyak digunakan masyarakat adalah merek-merek yang sudah terkenal di masyarakat.
“Dari situ kami gabungkan semua data, baru kami cek yang mana yang paling banyak beredar dan paling banyak ada di setiap titik tersebut,” tutur dia.
Rachmin kemudian menambahkan, penelitian dilakukan dengan kromatografi gas atau GCMS. Menurut dia, proses itu bisa sampai mendeteksi struktur kimia yang terkandung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdeteksi adanya senyawa BPA di sampel air yang diperiksa.
Sementara Iffana menerangkan, survei lapangan dilakukan di beberapa lokasi yang tersebar di Kota Makassar, yakni Kecamatan Biringkanaya, Kecamatan Panakkukang, Kecamatan Tamalate, Kecamatan Mariso, dan Kecamatan Manggala. Pada setiap kecamatan, tiga mini market yang berbeda dipilih secara acak sebagai lokasi survei lapangan.
Survei lapangan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui galon merek apa saja yang paling banyak diminati oleh masyarakat Kota Makassar dan untuk mengetahui tempat penyimpanan galon bermerek di minimarket tersebut. Hasil survei lapangan menunjukkan, dua merek galon isi ulang dengan peminat terbanyak yaitu merek A dan merek B, yang dijadikan sampel pada penelitian itu.
“Hasil survei lapangan juga menunjukkan, terdapat dua cara penyimpanan untuk air galon bermerek yang beredar di kota Makassar, sehingga sampel air galon yang diambil juga diberi dua perlakuan, yaitu dengan paparan cahaya matahari yang diberi tambahan kode ‘1’ dan tanpa paparan cahaya matahari yang diberi kode ‘2’,” kata dia.
Dari hasil penelitian tersebut, para peneliti memastikan galon-galon AMDK dua merek terkenal di Indonesia yang banyak di konsumsi masyarakat di Makassar aman untuk digunakan sebagai air minum. “Untuk daerah yang kami teliti di Kota Makassar, untuk saat ini kami bisa katakan aman untuk dikonsumsi,” tutur Rachmin.