REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Menteri Komunikasi Israel Shlomo Karhi akan berada di Arab Saudi dalam beberapa hari ke depan. Dia menjadi anggota kabinet Israel kedua yang mengunjungi Saudi setelah Menteri Pariwisata Israel Haim Katz menghadiri konferensi PBB pada 26 September 2023.
Karhi dijadwalkan melakukan perjalanan ke Riyadh pada Senin (2/10/2023). Kunjung itu untuk mewakili Israel pada konferensi Universal Postal Union yang berlangsung dari Ahad hingga Kamis (1-5/10/2023). Menurut Times of Israel, Karhi akan berbicara di acara tersebut.
Kunjungan tersebut merupakan lanjutan dari kunjungan Katz yang mengunjungi Saudi dalam kapasitas resminya. Hubungan diplomatik yang semakin rekat ini merupakan upaya Amerika Serikat selama berbulan-bulan. Washington telah memimpin upaya untuk menengahi kesepakatan antara Saudi dan Israel yang akan membuat keduanya menjalin hubungan diplomatik.
Perincian mengenai isi perjanjian tersebut masih belum jelas. Namun dorongan untuk mencapai kemajuan dalam menjamin hak-hak warga Palestina kemungkinan besar akan ditolak oleh anggota pemerintahan ultra-nasionalis Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Saudi tidak pernah secara resmi mengakui Israel dan selama beberapa dekade. Kondisi ini bertentangan dengan dorongan pengakuan pendirian negara Palestina di Tepi Barat dan Gaza dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Penguasa de facto Saudi Putra Mahkota Mohammed bin Salman berbicara panjang lebar tentang kemungkinan kesepakatan tersebut dalam wawancara luas dengan Fox News pada bulan lalu. Namun dalam diskusi tersebut tidak disebutkan mengenai negara Palestina, hak sipil dan hak asasi manusia, atau hal-hal spesifik lainnya, sehingga menimbulkan kekhawatiran bagi sebagian warga Palestina.
“Bagi kami, masalah Palestina sangat penting. Kami perlu menyelesaikan masalah itu,” kata putra mahkota.
"Kami berharap hal ini akan mencapai suatu tujuan, sehingga dapat meringankan kehidupan rakyat Palestina dan menjadikan Israel kembali sebagai pemain di Timur Tengah," ujarnya.
Analis politik Palestina Hani al-Masri mengatakan kepada MEE, bahwa wawancara tersebut mengganggu. Dia menyatakan, bahwa putra mahkota Saudi tidak ingin berkomitmen pada apa pun dan mencerminkan kesediaan yang besar untuk melakukan fleksibilitas yang berlebihan dan tawar-menawar yang ilegal.