Selasa 03 Oct 2023 14:02 WIB

Rentetan Kasus Mahasiswa Bunuh Diri, Psikolog Sebut Penyebabnya Bisa karena Modelling

Diperlukan keterlibatan seluruh elemen masyarakat terkait dengan kasus bunuh diri.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Bunuh diri (ilustrasi)
Foto: factretriever
Bunuh diri (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Rentetan kasus bunuh diri yang dilakukan oleh mahasiswa di Provinsi DIY sudah beberapa kali terjadi selama 2023 ini. Bahkan, kasus terbaru, yakni seorang mahasiswi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) meninggal dunia diduga karena bunuh diri 2 Oktober 2023 kemarin.

Bahkan, sebelumnya pada September 2023 juga ditemukan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) tewas di kamar kosnya di Kabupaten Sleman yang diduga karena bunuh diri. Rentetan kasus ini tentu menjadi keprihatinan bersama, mengingat DIY yang merupakan Kota Pelajar.

Baca Juga

Psikolog dari Universitas 'Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta, Ratna Yunita Setiyani Subardjo, mengatakan, penyebab bunuh diri ini dilakukan seseorang bisa bermacam-macam. Namun, salah satunya karena adanya proses meniru atau modelling dari kasus-kasus yang sudah terjadi sebelumnya.

"Ini tentu menjadi keprihatinan banyak pihak, karena kita tahu bahwa DIY itu Kota Pelajar, banyak orang yang ingin menuntut ilmu di Yogya. Tapi, setelah beberapa kasus yang terjadi dan disusul kasus yang lain, seolah-olah ini kalau di teori psikologi disebut modelling. Jadi, mereka yang melakukan percobaan bunuh diri dan berhasil itu akan menjadi model bagi yang lainnya bagi mereka yang bermasalah," kata Yunita kepada Republika.co.id, Selasa (3/10/2023).

Menurut Yunita, mudahnya mengakses informasi saat ini di media sosial juga bisa menjadi faktor seseorang untuk melakukan bunuh diri dengan cara modelling ini. Terlebih, informasi-informasi yang beredar sulit untuk difilter, dan informasi yang disampaikan di media sosial ini sulit dikendalikan.

"Orang itu tidak bisa lepas dari handphone, di situ banyak sekali yang bisa diakses, salah satunya media sosial. Di situ sering kali informasi-informasi yang disampaikan semakin vulgar, bahkan berapa banyak orang yang akan bunuh diri itu mereka meninggalkan pesan di medsos mereka dan itu ternyata ditiru juga oleh orang lain. Jadi, (informasi vulgar di medsos) tidak hanya memengaruhi bagaimana seseorang mengambil sikap untuk mengakhiri hidupnya, tapi juga bagaimana model yang akan diambil sebelum mereka memutuskan mengakhiri hidupnya," ujar Yunita.

Untuk itu, Yunita menegaskan perlunya keterlibatan seluruh elemen masyarakat terkait dengan kasus bunuh diri. Meski yang melakukan bunuh diri merupakan mahasiswa, katanya, bukan berarti hal tersebut menjadi tanggung jawab dari pihak universitas.

Terlebih, latar belakang seseorang dalam hal ini mahasiswa mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya juga bisa bermacam-macam. Bisa jadi karena masalah di luar lingkungan kampus, atau bisa jadi karena masalah yang berkaitan dengan aktivitas akademiknya di dalam kampus.

"Semua elemen harus terlibat, oke (kasusnya) terjadi di lingkungan universitas, tapi mungkin sumber masalahnya bukan dari situ, atau bisa juga dari situ, makanya kita perlu memetakan. Karena beberapa kasus diantaranya karena mereka stuck untuk urusan skripsi, dan bisa beban hidup seperti pinjol, perasaan tertekan oleh lingkungan, tuntutan banyak dari keluarga misalnya, dan stigma yang muncul dari judgment ketika seseorang mencoba mengakses profesional (psikolog)," katanya.

Dilihat dari kondisi geografisnya, kata Yunita, perlunya seluruh elemen terlibat dalam mengatasi kasus bunuh diri ini karena DIY termasuk salah satu provinsi dengan kasus bunuh diri yang tinggi di Indonesia selain Jawa Tengah, Maluku Utara, dan Kepulauan Riau. Artinya, DIY sendiri merupakan daerah yang berisiko tinggi terjadinya kasus bunuh diri di Indonesia.

"Ternyata secara geografisnya sendiri, DIY memang sudah terpetakan (sebagai) daerah dengan risiko. Maka ini menjadi alarm bagaimana caranya kita sebagai yang tinggal di Yogya harus melakukan upaya-upaya, bisa dari internal, bisa eksternal dengan melibatkan lintas sektor. Bahkan, upaya mulai dari preventif, promotif, kuratif, rehabilitatifnya itu mesti jelas, karena ini menyangkut kasus yang serius," ujar Yunita.

Sebelumnya diberitakan seorang mahasiswa UMY meninggal diduga bunuh diri pada Senin (2/10/2023) pagi. Mahasiswi tersebut berinisial SM (18 tahun) diduga lompat dari lantai 4 gedung asrama putri Unires UMY, Dusun Ngebel, Kalurahan Tamantirto, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul.

"Civitas akademika UMY menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya salah satu mahasiswa atas nama Syakirah Meandra Qadisah Febriana pada hari Senin 2 Oktober 2023," ujar Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Al-Islam Kemuhammadiyahan UMY, Faris Al-Fadhat, dalam keterangan resminya, Senin (2/10/2023).

Korban merupakan mahasiswi ilmu komunikasi UMY semester 1 dan berasal dari Bandar Lampung. Kasi Humas Polres Bantul Iptu I Nengah Jeffry Prana Widnyana menjelaskan bahwa korban ditemukan oleh seorang dosen berinisial TN yang tengah mengerjakan tugas di ruangan kantor gedung Y Lantai Dasar Unires UMY.

Saat itu, ia mendengar suara sesuatu terjatuh dari gedung dan pergi ke luar untuk melakukan pengecekan. "Kemudian mengetahui korban dalam posisi tertelungkup ia mencoba (memeriksa) kondisi korban, tapi tidak ada respons," ujarnya.

Dosen tersebut kemudian meminta bantuan seorang petugas kebersihan untuk memindahkan korban ke atas meja di ruang belajar bersama lantai dasar Gedung Y. Kemudian satpam gedung berusaha menelepon ambulans, tapi karena tidak kunjung datang, bersama dosen TN berinisiatif membawa korban ke RS terdekat dengan menggunakan mobil milik dosen tersebut.

Korban pun dibawa ke RS PKU Muhammadiyah Gamping. Pada saat pemeriksaan di UGD, denyut nadi masih ada dan selang 10 menit disebutkan bahwa korban sudah meninggal dunia.

"Korban meninggal dunia dengan luka-luka kepala bagian belakang, luka dalam, patah kaki kiri bagian bawah, lecet-lecet pada kaki dan tangan," ujar Jeffry.

Selanjutnya Inafis Polres Bantul dan Piket fungsi Polsek Kasihan melakukan pemeriksaan. Hasilnya, korban diduga mengalami depresi karena sebelum kejadian pada malam harinya sempat meminum obat Bodrex langsung 20 butir berdasarkan hasil temuan bekas bungkus obat di kamar korban.

Kehidupan adalah anugerah berharga dari Allah SWT. Segera ajak bicara kerabat, teman-teman, ustaz/ustazah, pendeta, atau pemuka agama lainnya untuk menenangkan diri jika Anda memiliki gagasan bunuh diri. Konsultasi kesehatan jiwa bisa diakses di hotline 119 extension 8 yang disediakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hotline Kesehatan Jiwa Kemenkes juga bisa dihubungi pada 021-500-454. BPJS Kesehatan juga membiayai penuh konsultasi dan perawatan kejiwaan di faskes penyedia layanan
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement