REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Hadiah Nobel Perdamaian yang diberikan 50 tahun lalu kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) saat itu Henry Kissinger dan Le Duc Tho dari Vietnam menjadi salah satu Nobel paling kontroversial dalam sejarah.
Salah satu pemenang menolak hadiah tersebut, sementara yang lain tidak berani pergi ke Oslo untuk mengambilnya dan dua dari lima anggota panitia mengundurkan diri karena keributan.
“Itu menjadi sebuah kegagalan total. Ini adalah hadiah terburuk sepanjang sejarah Hadiah Nobel Perdamaian,” ujar sejarawan Nobel asal Norwegia, Asle Sveen, dilaporkan NDTV, Senin (2/10/2023).
Pengumuman Hadiah Nobel itu pada 16 Oktober 1973 itu menimbulkan kejutan di seluruh dunia. Ketika itu, Komite Nobel Norwegia menganugerahkan hadiah tersebut kepada Kissinger dan Le Duc Tho, karena bersama-sama merundingkan gencatan senjata di Vietnam pada 1973. Pada 27 Januari 1973, Kissinger dan Le Duc Tho dari menandatangani Perjanjian Perdamaian Paris yang menyerukan gencatan senjata di Vietnam.
“Itu bukan perjanjian damai tapi gencatan senjata yang mulai retak dengan cepat,” kata Sveen.
Perjanjian tersebut dapat menjadi kesempatan bagi Amerika untuk menarik pasukannya dari kesulitan di Vietnam, di tengah kuatnya sentimen anti-perang di dalam negeri.
Hadiah Nobel ini langsung memicu kontroversi. Dua anggota komite Nobel yang tidak puas mengundurkan diri. Ini merupakan hal pertama dalam sejarah penghargaan tersebut.
Di Amerika Serikat, New York Times menerbitkan editorial tentang "Hadiah Nobel Perang". Sementara profesor Universitas Harvard menulis kepada parlemen Norwegia dan mengkritik pilihan tokoh yang mendapatkan Hadiah Nobel itu.
Penyanyi satir Amerika Tom Lehrer mengatakan, dengan penghargaan tersebut, sindiran politik menjadi usang. Kissinger dituduh menyebabkan perang meluas ke negara tetangga yaitu Kamboja, dan memerintahkan pemboman besar-besaran di Hanoi untuk meningkatkan tekanan di meja perundingan.
Kissinger juga mendapat kecaman karena mendukung kudeta Augusto Pinochet di Chili terhadap Presiden Salvador Allende yang terpilih secara demokratis. Sementara Le Duc Tho merupakan seorang garis keras yang sudah meletakkan dasar bagi invasi Vietnam Selatan dua tahun kemudian, tepatnya pada 1975. Hingga saat ini, dia adalah satu-satunya orang yang menolak Hadiah Nobel Perdamaian.
“Ketika Perjanjian Paris mengenai Vietnam dihormati, senjata dibungkam dan perdamaian benar-benar dipulihkan di Vietnam Selatan, saya akan mempertimbangkan penerimaan hadiah ini,” ujar Le Duc Tho dalam sebuah telegram kepada Komite Hadiah Nobel Perdamaian.
Kissinger tidak dapat menerima Hadiah Nobel itu karena harus menghadiri pertemuan NATO. Setelah jatuhnya Saigon pada 1975, ia mencoba mengembalikan Hadiah Nobel itu ke panitia, namun ditolak.
Menurut kepala Institut Nobel saat ini, Olav Njolstad, arsip pertimbangan komite, yang baru-baru ini dibuka setelah 50 tahun, menunjukkan harapan bahwa hadiah tersebut akan memberikan dorongan bagi perdamaian abadi. Lebih jauh lagi, perdamaian di Vietnam akan meredakan ketegangan Timur-Barat di seluruh dunia dan membantu mencairkan Perang Dingin.
"Saya cenderung berpikir itu adalah keputusan yang buruk. Biasanya, memberikan hadiah kepada orang-orang yang bertanggung jawab dalam perang bukanlah ide yang baik," kata Njolstad.