REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ulama Al Azhar Kairo Mesir, Usama Qabil memberikan penjelasan tentang keadaan yang membolehkan seorang suami berbohong kepada istrinya.
Secara umum, dia menjelaskan, dalam Islam terdapat tiga keadaan yang membuat seorang Muslim boleh berbohong dan ini tidak dianggap sebagai kebohongan.
Tiga itu ialah berbohong untuk mendamaikan pihak yang berselisih. Kedua yaitu menipu musuh dalam pertempuran. Dan ketiga yakni berbohong untuk menyenangkan istri.
Dasarnya ialah hadits yang diriwayatkan dari Ummu Kultsum binti Uqbah, yang berkata bahwa dia belum pernah mendengar Rasulullah SAW memberi keringanan untuk berbohong kecuali dalam tiga keadaan.
Rasulullah SAW bersabda:
لا أعده كاذبا الرجل يصلح بين الناس يقول القول ولا يريد به إلا الإصلاح والرجل يقول في الحرب والرجل يحدث امرأته والمرأة تحدث زوجها
"Aku tidak menganggapnya sebagai seorang pembohong. (Pertama), seorang laki-laki yang memperbaiki hubungan antara manusia. Ia mengatakan suatu perkataan (bohong), namun ia tidak bermaksud dengan perkataan itu kecuali untuk mendamaikan. (Kedua), seorang laki-laki yang berbohong dalam peperangan. Dan (ketiga), seorang laki-laki yang berbohong kepada istri atau istri yang berbohong kepada suami (untuk kebaikan)." (HR. Abu Daud)
Usama Qabil memberikan contoh kebohongan yang boleh dilakukan oleh suami atau istri. Misalnya saat sedang di rumah, tersedia makanan untuk suami dan makanan tersebut dibuat oleh istrinya.
"Jika istri bertanya apakah makanannya enak, dan jika suami menjawab sebaliknya sehingga istri bisa marah, maka katakanlah makanan itu enak. Ini tidak masalah," jelasnya.
Dalam kondisi demikian, suami tidak bisa dikatakan sebagai pembohong tetapi justru dia telah berbuat baik karena telah menyenangkan hati sang istri. Begitu pun sebaliknya, yakni istri kepada suami. Istri boleh mengatakan hal serupa untuk menyenangkan hati sang suami dan tidak menimbulkan kekesalan pada suami.
"Hanya untuk menyenangkan istri atau suami, dan bukan untuk menipu dan berbohong," demikian penjelasan Usama Qabil.
Sumber: