REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perundungan (bullying) di kalangan pelajar masih marak. Anggota Komisi X DPR RI, Muhamad Nur Purnamasidi, mempertanyakan efektivitas Kurikulum Merdeka yang dicanangkan Kemendikbudristek mencegah kasus-kasus itu.
Ia mengaku ikut merasakan kemarahan atas masih maraknya kasus-kasus perundungan, terutama di institusi pendidikan. Apalagi, Kurikulum Merdeka yang luarannya disebut menciptakan insan Pancasilais.
"Kalau outputnya malah bullying di sekolah, tentu kami Komisi X mempertanyakan efektivitas dari pencapaian tujuan pendidikan Kurikulum Merdeka ini," kata Purnamasidi, Selasa (3/10).
Selain itu, ia mempertanyakan pengawasan sekaligus evaluasi terhadap pelaksanaan dari Kurikulum Merdeka. Purnamasidi khawatir, jika dibiarkan tanpa tindak lanjut, pelajar tidak akan bisa merasa aman di sekolah.
Ia menilai, ini merupakan satu anomali tersendiri dari cita-cita untuk mewujudkan pelajar dengan perilaku yang malah sangat tidak Pancasilais. Apalagi, Kurikulum Merdeka kerap digemborkan dengan luaran Pancasilais.
"Ini harus saya pertanyakan kepada Kemendikbudristek sebagai penanggung jawab pendidikan kita," ujar Purnamasidi.
Politikus Partai Golkar ini turut menyayangkan sikap kepala sekolah yang tidak efektif dalam membuat standarisasi sistem belajar dan mengajar. Hal itu membuat potensi kekerasan terus muncul di lingkungan sekolah.
Maka itu, ia berharap, baik Kemendikbudristek, pemerintah daerah melalui dinas-dinas terkait, maupun pemangku kepentingan sekolah segera memperbaiki sistem belajar mengajar. Serta, perlu diperbaiki pula secara berkala.
Komisi X DPR RI turut mempertanyakan implementasi Permendikbudristek 46/2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan. Yang mana, diharap bisa memberi rasa aman warga sekolah.