REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM – Insiden pemukim Yahudi yang meludahi jamaah Kristen di Yerusalem semakin sering terjadi. Terakhir, serangan itu terjadi selama akhir pekan di awal hari raya Yahudi Sukkot, ketika puluhan ribu pemukim ilegal Israel berbaris memasuki Yerusalem.
Pada Senin (2/10/2023) lalu, sebuah video beredar luas di media sosial yang menunjukkan beberapa pemukim Yahudi Israel meludah ke tanah saat melihat sekelompok umat Kristen meninggalkan sebuah gereja di Kota Tua Yerusalem. Dalam video itu, sekelompok warga Kristen terkait tampaknya tengah melakukan prosesi keagamaan sebab terdapat di antara mereka yang memanggul salib berukuran besar.
Israeli ultranationalists on their way to Jerusalem to celebrate the Jewish holiday of Sukkot were filmed spitting on a group of Christian worshippers who were carrying a cross through the streets pic.twitter.com/l9h1gS3I4i
— Middle East Eye (@MiddleEastEye) October 3, 2023
Salah satu ekstremis Israel, Elisha Yered, yang dicurigai terlibat dalam pembunuhan remaja Palestina, Qusai Jamal Maatan, membela tindakan meludah tersebut dalam sebuah postingan di platform media sosial, X. Bahkan menurut Yered, ada keberkatan tersendiri di kalangan umat Yahudi ketika berhadapan dengan umat Kristen.
“Ini saat yang tepat untuk menyebutkan bahwa meludah di dekat pendeta atau gereja adalah kebiasaan Yahudi kuno, dan bahkan ada berkat khusus dalam hukum Yahudi yang harus diucapkan ketika Anda melihat gereja,” kata Yered.
“Mungkin karena pengaruh budaya Barat, kita agak lupa apa itu agama Kristen, tapi menurut saya jutaan orang Yahudi yang menjalani perang salib di pengasingan, penyiksaan Inkuisisi, pertumpahan darah, dan pogrom massal tidak akan pernah melupakannya," ujar Yered.
Semenara itu Dewan Gereja Dunia atau World Council of Churches (WCC) menyayangkan aksi tersebut.
“Jika polisi Israel serius, mereka tidak akan membiarkan kejadian seperti itu. Ada kelalaian pihak berwenang (Israel), dan ini mendorong para ekstremis tersebut,” ucap Koordinator WCC di Yerusalem Youssef Daher saat diwawancara Anadolu Agency, Selasa (3/10/2023).
Dia mengungkapkan, umat Kristen di Yerusalem yang jumlahnya sekitar 8.000 orang telah mendokumentasikan beberapa serangan terhadap gereja dalam beberapa bulan terakhir. “Gereja mengajukan pengaduan ke polisi Israel, tapi tidak terjadi apa-apa,” ujar Daher.
Sebelumnya Patriark Latin Yerusalem Pierbattista Pizzaballa sempat menyampaikan bahwa aksi rasialisme anti-Kristen yang dilakukan Israel bukanlah hal baru.
"Namun, kami merasa bahwa belakangan ini hal tersebut menjadi lebih umum. Ini terkait dengan kelompok dan gerakan ultra-Ortodoks dan agama-Zionis. Kehadiran kelompok-kelompok ini di Kota Tua (Yerusalem) lebih besar dibandingkan masa lalu. Tidak ada keraguan bahwa ada para rabi yang menyetujui atau bahkan mendorongnya," ujar Pizzaballa, dilaporkan Middle East Monitor, Selasa lalu.
Pizzaballa menyalahkan pemerintahan ekstrem kanan Israel yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu atas meningkatnya serangan anti-Kristen. “Mungkin sebagian dari gerakan-gerakan ini merasa, bukan bahwa mereka didukung (oleh negara), namun setidaknya mereka dilindungi," katanya.
Pizzaballa berpendapat, peningkatan kekerasan terhadap umat Kristiani adalah bagian dari fenomena yang lebih luas. Menurutnya suara-suara moderat tidak lagi terdengar dan suara-suara ekstrem semakin kuat.
Yerusalem Timur, yang diduduki Israel pada tahun 1967, adalah rumah bagi beberapa situs bersejarah dan suci bagi umat Kristiani, termasuk Gereja Makam Suci. Lokasi gereja tersebut diyakini sebagai tempat Yesus Kristus disalib dan dikuburkan.