Rabu 04 Oct 2023 20:59 WIB

MPR Dorong Literasi Keuangan Cegah Masyarakat Terjerat Pinjol Ilegal

Nilai transaksi digital pada 2022 di Indonesia, tercatat senilai 266 miliar dolar AS.

Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Ririe).
Foto: dok pribadi
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Ririe).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Ririe) mendorong pemerintah meningkatkan literasi keuangan agar masyarakat tak terjerat pinjaman online (pinjol). Menurut Ririe, pinjol berpotensi menciptakan masalah sosial dan ekonomi yang berkepanjangan.

"Mencermati dampaknya yang memprihatinkan, sudah sepatutnya masyarakat mendapatkan informasi dan pemahaman yang menyeluruh terkait praktik pinjaman online (pinjol) yang banyak ditawarkan saat ini," kata Ririe dalam keterangan, Rabu (4/10/2023).

Baca Juga

Ririe menambahkan, dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan terkait pinjol harus segera diatasi. Yakni, dengan menerapkan tata kelola yang baik dalam praktik peminjaman uang secara online di masyarakat. Apalagi, ujar anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem ini, banyak masyarakat terjebak meminjam pada perusahaan pinjol ilegal yang tidak terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kasus yang melibatkan pinjol merebak dengan berbagai dampaknya. Kondisi itu, tambah Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, diperparah dengan rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia.

Akibatnya, debitur pinjol mudah terjebak jeratan utang hingga tidak mampu membayar cicilan, yang berujung pada terganggunya ekonomi dan sosial keluarga. Menurut Rerie, kondisi tersebut harus segera diatasi mengingat potensi meluasnya dampak sosial dan ekonomi terhadap keluarga itu berpotensi mengganggu proses pembangunan sumber daya manusia nasional yang tangguh di masa depan.

Staf Ahli Menteri Bidang Sosial, Ekonomi dan Budaya, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Wijaya Kusumawardhana mengaku pihaknya sedang gencar memberantas situs-situs terkait judi online, pinjol, dan pornografi dari dunia digital Indonesia. Dampak dari situs ilegal tersebut, ujar Wijaya, tidak hanya menyasar orang dewasa, tetapi sudah mulai menyasar anak-anak dan kalangan generasi muda.

Menurut Wijaya, pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 215,6 juta orang dengan 43,6 persennya melakukan transaksi secara online atau rata-rata tiga kali sebulan. Nilai transaksi digital pada 2022 di Indonesia, tercatat senilai 266 miliar dolar AS dan diproyeksikan pada 2025 diperkirakan mencapai 421 miliar dolar AS.

Semakin besarnya transaksi online, menurut Wijaya, membuka peluang bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Namun yang jadi masalah adalah pinjol yang ilegal. Wijaya menegaskan, adalah penguatan literasi keuangan masyarakat dalam upaya menghindari diri dari pinjaman online ilegal.

Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen, Otoritas Jasa Keuangan, Sarjito mengaku awal mula hadirnya pinjol adalah untuk mendorong inklusi keuangan terhadap masyarakat Indonesia yang belum memiliki akses ke bank agar lebih produktif. Menurutnya, masyarakat Indonesia, seharusnya hanya memilih pinjol yang berizin dari OJK yang saat ini jumlahnya 101 situs.

Menurut Sarjito, OJK punya cara dan regulasi yang melindungi konsumen pinjol dan dilayani dengan baik sesuai aturan yang berlaku. Bila pinjam pada pinjol resmi, tegas dia, hanya mempersyaratkan data wajah lewat kamera, share lokasi dan microphone untuk suara. "Tidak diperbolehkan meminta phone book. Bila ada yang meminta, laporkan ke saya," tegasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement