REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki pada Rabu (4/10/2023) mengatakan, dua tersangka militan Kurdi yang tewas saat melakukan serangan di Ankara telah dilatih di Suriah. Menteri Luar Negeri Hakan Fidan mengatakan, Turki kini mempunyai hak untuk menyerang sasaran Kurdi yang lebih luas di Suriah dan Irak sebagai pembalasan atas serangan bom di gedung pemerintahan di Ankara.
Polisi Turki menembak mati salah satu pelaku pengeboman. Sementara yang lainnya tewas dalam ledakan bunuh diri di luar Kementerian Dalam Negeri Turki. Dua polisi terluka dalam insiden tersebut.
“Sebagai hasil kerja pasukan keamanan kami, menjadi jelas bahwa kedua teroris tersebut berasal dari Suriah dan dilatih di sana,” kata Fidan dalam komentar yang disiarkan televisi.
“Mulai sekarang, semua infrastruktur, fasilitas besar, dan fasilitas energi milik (kelompok bersenjata Kurdi) di Irak dan Suriah adalah target sah pasukan keamanan kami," ujar Fidan.
Cabang milisi Partai Pekerja Kurdistan (PKK) Kurdi mengaku bertanggung jawab atas serangan di Kementerian Dalam Negeri pada Ahad (1/10/2023). Ini merupakan serangan pertama di Ankara sejak 2016.
Turki melakukan serangan udara terhadap sasaran PKK di Irak beberapa jam setelah pemboman. Komentar Fidan menunjukkan bahwa Turki dapat memperluas serangan udaranya hingga mencakup Suriah yang dilanda perang.
Suku Kurdi di Suriah telah membentuk wilayah semi-otonom di utara dan timur negara itu. Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang didukung Amerika Serikat (AS), atau tentara de facto Kurdi di wilayah tersebut, memimpin pertempuran yang mengusir pejuang ISIS di Suriah pada 2019.
Namun, Turki memandang Unit Perlindungan Rakyat Kurdi (YPG) yang mendominasi SDF sebagai cabang dari PKK. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berkali-kali mengancam akan memperluas serangan terhadap YPG. Turki dan sekutu Baratnya menetapkan PKK sebagai organisasi teroris.