Kamis 05 Oct 2023 12:33 WIB

2023 Diprediksi Jadi Tahun Terpanas yang Pernah Tercatat

Suhu rata-rata global saat ini lebih tinggi 0,52 derajat Celcius dari rata-rata.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Seorang pria mendinginkan diri di air mancur Piazza Castello di tengah suhu tinggi di Turin, Italia. Tahun ini akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat.
Foto: EPA-EFE/Tino Romano
Seorang pria mendinginkan diri di air mancur Piazza Castello di tengah suhu tinggi di Turin, Italia. Tahun ini akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- European Union’s Copernicus Climate Change Service (C3S) mengungkapkan, tahun ini akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat. Suhu rata-rata global saat ini lebih tinggi 0,52 derajat Celsius dari rata-rata.

“Suhu yang belum pernah terjadi sebelumnya sepanjang tahun yang diamati pada September–setelah rekor musim panas–telah memecahkan rekor dengan jumlah yang luar biasa. Bulan ekstrem ini telah mendorong tahun 2023 ke peringkat pertama yang dapat disangsikan-berada di jalur yang tepat untuk menjadi tahun terpanas dan sekitar 1,4 derajat Celsius di atas suhu rata-rata pra-industri,” kata Wakil Direktur C3S Samantha Burgess, Kamis (5/10/2023).

Baca Juga

Bulan lalu merupakan September terpanas yang pernah tercatat secara global. Suhu September 2023 naik 0,93 derajat Celcius di atas suhu rata-rata untuk bulan yang sama pada 1991-2020. Negara-negara seperti Austria, Prancis, Jerman, Polandia, dan Swiss masing-masing mencatatkan rekor suhu terpanas pada September lalu. Jepang bahkan melaporkan bahwa pada September lalu mereka mengalami suhu terpanas yang pernah tercatat sejak 125 tahun lalu. Inggris juga telah mencatatkan rekor suhu terpanas pada September sejak pencatatan dimulai pada 1884.

Menurut C3S, suhu global pada Januari-September tahun 1,4 derajat Celcius lebih tinggi dibandingkan rata-rata pra-industri (dari tahun 1850 hingga 1900). Hal itu karena perubahan iklim mendorong suhu global ke rekor baru dan pola cuaca jangka pendek juga mendorong pergerakan suhu.

Para ilmuwan mengatakan, perubahan iklim dikombinasikan dengan munculnya pola cuaca El Nino tahun ini, yang menghangatkan permukaan air di Samudra Pasifik bagian timur dan tengah telah memicu suhu yang memecahkan rekor baru-baru ini. “Dua bulan setelah COP28, urgensi untuk melakukan tindakan iklim yang ambisius menjadi sangat penting,” ujar Samantha Burgess mengacu pada Konferensi Perubahan Iklim PBB.

Luas es di laut Antartika masih berada pada rekor terendah sepanjang tahun ini. Sementara luas es di Laut Arktik berada 18 persen di bawah rata-rata. Sebuah laporan Badan Meteorolgi Dunia (WMO) dan Met Office Inggris pada Mei lalu memperkirakan, ada kemungkinan 98 persen bahwa setidaknya satu dari lima tahun ke depan akan menjadi rekor suhu terpanas.

“Planet kita baru saja mengalami musim panas–musim panas terpanas yang pernah tercatat. Kerusakan iklim telah dimulai. Para ilmuwan telah lama memperingatkan dampak dari kecanduan bahan bakar fosil,” kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dikutip laman WMO.

Dia mengingatkan, peningkatan suhu memerlukan respons tindakan yang cepat. “Para pemimpin sekarang harus meningkatkan kewaspadaannya demi solusi iklim. Kita masih bisa menghindari dampak terburuk dari kekacauan iklim dan kita tidak boleh menyia-nyiakan momen ini,” ujarnya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement