REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Bank Woori Saudara BWS Rully Nova menyatakan rupiah menguat karena ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih tinggi dan juga inflasi Indonesia yang rendah.
"Ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 dan 2024 masing-masing 5,3 persen dan 5,2 persen, ditopang oleh tingkat konsumsi masyarakat di tahun pemilu (pemilihan umum)," ujar dia di Jakarta, Kamis (5/10/2023).
Menurut dia, potensi risiko resesi global tahun depan cukup tinggi akibat dampak dari kebijakan suku bunga tinggi oleh Bank Sentral Amerika Serikat (AS) dan Eropa, sehingga akan berefek kepada sektor keuangan global yang rapuh. Namun, sektor keuangan dan perbankan Indonesia tak terlalu terpengaruh secara signifikan karena permodalan yang kuat, terutama dari perbankan.
Dia turut menilai penguatan rupiah disebabkan dolar AS yang terkoreksi pascadata tenaga kerja (Nonfarm Employment) Automatic Data Processing (ADP) AS lebih lemah dari perkiraan. Data ADP menunjukkan adanya 89 ribu pekerjaan, jauh di bawah harapan yang sebesar 153 ribu pekerjaan. "Ke depan, AS akan resesi (akibat) dampak dari suku bunga tinggi, dan ini alamiah guna menormalisasikan pasar valas. Dolar AS saat ini sudah over value," kata Rully.
Pada penutupan perdagangan hari ini, mata uang rupiah menguat sebesar 16 poin atau 0,10 persen menjadi Rp 15.618 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp 15.634 per dolar AS. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Kamis turut menguat ke posisi Rp 15.601 dari sebelumnya Rp 15.636 per dolar AS.