REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Jon Fosse, seorang ahli penulisan Nordik dalam berbagai karya, mulai dari drama hingga novel dan buku anak-anak, memenangkan Hadiah Nobel dalam bidang sastra pada Kamis (5/10/2023). Dia memenangkan Hadiah Nobel untuk karyanya yang memberikan suara pada hal-hal yang tidak dapat diungkapkan.
Anders Olsson, ketua Komite Sastra Nobel, mengatakan, karya Fosse berakar pada bahasa dan sifat latar belakang Norwegianya. Fosse mengaku terkejut bahwa dirinya terpilih memenangkan Hadiah Nobel. Menurut Olsson, karya Fosse berjudul, A New Name: Septology VI-VII digambarkan sebagai magnum opus Fosse. Fosse adalah finalis International Booker Prize pada 2022.
“Saya terkejut ketika mereka menelepon, tapi pada saat yang sama tidak. Saya telah mempersiapkan diri dengan hati-hati untuk kemungkinan hal ini bisa terjadi dalam 10 tahun terakhir. Saya sangat senang menerima panggilan telepon tersebut," kata Fosse (64 tahun) kepada lembaga penyiaran publik Norwegia, NRK.
Fosse telah menulis sekitar 40 drama serta novel, cerita pendek, buku anak-anak, puisi dan esai. Akademi Swedia mengatakan, penghargaan tersebut diberikan atas drama dan prosa inovatifnya yang menyuarakan hal-hal yang tidak dapat diungkapkan.
Mats Malm, sekretaris tetap Akademi Swedia menghubungi Fosse melalui telepon untuk memberi tahu tentang kemenangan tersebut. Malm mengatakan, Fosse sedang mengemudi di perdesaan dan berjanji untuk pulang dengan hati-hati.
Fosse adalah penulis Norwegia keempat yang menerima penghargaan sastra. Penulis Swedia lainnya yang mendapatkan Hadiah Nobel yaitu Bjørnstjerne Bjørson pada 1903, Knut Hamsun pada 1920, dan Sigrid Undset pada 1928.
Dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh penerbitnya, Samlaget, Fosse mengatakan, dia melihat penghargaan tersebut sebagai penghargaan terhadap sastra yang pertama dan terutama bertujuan untuk menjadi sastra, tanpa pertimbangan lain.
Tahun lalu, penulis Prancis Annie Ernaux memenangkan penghargaan atas keberanian dan ketajaman klinisnya terhadap buku-buku yang berakar pada latar belakang kota kecilnya di wilayah Normandia, di barat laut Prancis. Ernaux hanyalah wanita ke-17 di antara 119 peraih Nobel Sastra. Penghargaan sastra ini telah lama mendapat kritik karena terlalu fokus pada penulis Eropa dan Amerika Utara, serta terlalu didominasi laki-laki.
Pada 2018, penghargaan tersebut ditunda setelah tuduhan pelecehan seksual mengguncang Akademi Swedia, yang menunjuk Komite Sastra Nobel, dan memicu eksodus anggotanya. Akademi tersebut memperbarui diri, tetapi menghadapi lebih banyak kritik karena memberikan penghargaan kepada Peter Handke dari Austria pada 2019 yang disebut-sebut sebagai pembela kejahatan perang Serbia.