REPUBLIKA.CO.ID, MOTEGI -- Francesco Bagnaia mengatakan menjadi rider Ducati berarti berada di antara 10 pembalap teratas. Kendati demikian, menurut dia, ada perbedaan besar antara pembalap di 10 besar dan yang menang.
Bagnaia pindah ke pabrikan Ducati pada 2021 dan menjadi runner-up MotoGP pada tahun yang sama. Pada 2022 dia kemudian menjadi juara dunia setelah poinnya tak terkejar oleh Fabio Quartararo sebagai rival terdekat.
Dalam wawancara pada program 'La Caja' di DAZN, Bagnaia kemudian bicara tentang perbandingannya dengan legenda MotoGP Valentino Rossi. The Doctor juga pernah menjadi pembalap Ducati pada 2011-2012. Namun, ia menolak disamakan dengan Rossi.
“Saya bukan pewaris Rossi. Apa yang dicapai oleh para pembalap terhebat dalam sejarah adalah prestasi mereka, bukan prestasi orang lain. Mereka melakukan hal yang sama dengan [Marc] Márquez, dan itu tidak sama," ujar Bagnaia dilansir dari motorctclesports, Kamis (5/10/2023).
Pecco, panggilan akrab Bagnaia juga merefleksikan perjalanannya musim ini. Ia menyebut kecelakaan di Austin dam Argentina memberi pelajaran berharga. Namun sejak saat itu ia mengeklaim telah mengalami banyak kemajuan pesat.
Ia juga mengeklaim bahwa dirinya bukan orang yang mudah dihadapi. Kepribadian ini menurutnya hal baik di dalam tim maupun di luar lintasan.
Bagnaia kini dalam tekanan setelah gagal menang di GP Jepang. Dia yang menduduki puncak klasemen sementara MotoGP hanya unggul satu poin dari rival terdekatnya Jorge Martin. Dia bertekad kembali memperlebar jarak dengan memenangkan GP Mandalika di Lombok, NTB.