REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyayangkan dampak kasus bunuh diri terduga nasabah pinjaman online (pinjol) bagi industri peer to peer (P2P) lending. AFPI mengakui kasus yang sempat viral di media sosial tersebut membuat citra industri P2P lending menjadi buruk.
Padahal, menurut Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar, kehadiran P2P lending memberikan manfaat yang sangat besar bagi masyarakat. Selain mendukung pelaku UMKM, P2P lending juga membantu memenuhi kebutuhan finansial para karyawan.
Entjik mengungkapkan, banyak karyawan memanfaatkan pinjol sebagai penyambung hidup menjelang gajian. "Karyawan anak muda yang pengalaman kerja di bawah lima tahun biasanya gajian tanggal 25 dan pada tanggal 10 sudah habis, sehingga banyak yang menggunakan pinjol untuk bridging," kata Entjik, Jumat (6/10/2023).
Entjik melihat fenomena tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara lainnya seperti Singapura, China, Thailand, dan Filipina. Menurut Entjik, karyawan termasuk nasabah yang loyal dan disiplin memenuhi kewajibannya membayar pinjaman.
Entjik memerinci, dari 120 juta peminjam pinjol, sekitar 70 juta di antaranya merupakan nasabah loyal. Dari 70 juta nasabah tersebut, sekitar 70 persen-80 persen di antaranya berasal dari sektor produktif atau pelaku UMKM. Sisanya sekitar 30 persen merupakan peminjam dari kalangan karyawan.
"Kalau rekam jejak pinjamannya bagus, dalam waktu lima menit uang sudah masuk ke rekeningnya, tergantung dari credit scoring-nya. Kalau nasabah disiplin membayar, platform juga akan langsung kasih uang. Jadi pinjol ini sangat membantu masyarakat, jangan hanya lihat yang negatifnya saja," kata Entjik.