REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Wahyu Suryana
Pengamat politik dari lembaga Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah menilai kasus dugaan korupsi yang menjerat kader Partai Nasdem, Syahrul Yasin Limpo belum tentu berdampak pada elektabilitas bakal calon presiden Koalisi Perubahan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Hal ini kata Dedi, karena pemilih melihat dari ketokohan capres itu sendiri, bukan karena dukungan partai.
"Ini akan jadi ajang pertarungan reputasi, Anies belum tentu terdampak, pemilih masih melihat capres dari sisi ketokohan capres itu sendiri," ujar Dedi dalam keterangannya, Jumat (6/10/2023).
Di sisi lain, Dedi menilai kasus hukum SYL ini tidak serta-merta menjamin ada sanksi sosial dari publik baik ke Nasdem bahkan ke Anies-Muhaimin. Terlebih, dari sisi politik Nasdem justru membangun opini, kasus yang terjadi di partai besutan Surya Paloh itu terjadi akibat keputusan Nasdem mendukung Anies Baswedan.
"Atau setidaknya dalam anggapan publik mereka sedang alami tekanan dari kekuasaan, di luar itu, integritas KPK sendiri juga sedang runtuh seiring banyaknya persoalan di internal pimpinan," ujarnya.
Dedi menambahkan, kasus korupsi kader partai juga bukan sekali ini terjadi di Indonesia. Sebelumnya ada PDIP, Golkar, Gerindra yang kadernya banyak terjerat kasus korupsi, tetapi tidak terbukti membuat elektabilitas partainya terpengaruh.
"Sampai hari ini kita bisa saksikan PDIP unggul, termasuk dalam catatan survei IPO, lalu Gerindra, juga Golkar, padahal di partai tersebut ada koruptor Juliari Batubara, Harun Masiku, Edy Prabowo, Setya Novanto, dan mungkin akan ada Dito Ariotedjo, tetapi elektabilitas partai masih kokoh," ujarnya.
Karena itu, dia mengatakan, situasi ini menandakan kader yang korupsi belum mempengaruhi kepercayaan publik pada partainya. Namun demikian, opini yang dibangun Nasdem saat ini yang tertekan dari pihak penguasa juga tidak serta-merta menambah elektabilitas Nasdem serta Anies Baswedan.
"Sebagaimana halnya penurunan elektabilitas, maka peningkatan elektabilitas juga belum tentu berhasil didapat dengan cara memerankan kelompoknya sebagai yang tertekan, meskipun peran tertekan, dizalimi, sudah terbukti berhasil dilakukan Jokowi di periode lalu," ujarnya.