Jumat 06 Oct 2023 21:26 WIB

Marak Penipuan Transaksi Digital, Ini Cara Menghindarinya

Masyarakat diimbau menghindari jaringan internet yang sumbernya tak jelas.

Rep: Rahayu Subekti / Red: Friska Yolandha
Salah satu tersangka tindak pidana pencurian data nasabah/skimming (ilustrasi).
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Salah satu tersangka tindak pidana pencurian data nasabah/skimming (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Direktur Perencanaan, Pengembangan, Evaluasi, Literasi, dan Edukasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Yulianta mengatakan praktik penipuan transaksi digital di Indonesia marak terjadi dengan berbagai modus. Yulianta menuturkan, saat ini terdapat bermacam bentuk kejahatan keuangan digital yang perlu diwaspadai oleh masyarakat.

Salah satu yang perlu diwaspadai yaitu skimming. "Ini merupakan tindakan pencurian informasi dengan cara menyalin informasi yang terdapat pada strip magnetik kartu debit atau kartu kredit secara ilegal," kata Yulianta, Jumat (6/10/2023).

Baca Juga

Lalu juga social engineering atau soceng juga tengah marak terjadi seperti misalnya mengirimkan undangan pernikahan palsu berbentuk file APK. Untuk itu, Yulianta mengimbau masyarakat selalu waspada terhadap berbagai macam modus penipuan.

Yulianta menuturkan, masyarakat harus waspada dengan menjaga kerahasian data pribadi. Hal pertama yang dapat dilakukan dengan tidak membagikan informasi personal seperti PIN, CVV, nomor kartu, masa berlaku kartu kepada siapapun.

Lalu selanjutnya juga memastikan kartu debit atau kredit tidak digesek pada alat lain selain mesin Electronic Data Capture (EDC). Selain itu juga jangan pernah mengunduh link dari pihak yang tidak terpercaya.

Selain itu juga harus menghindari jaringan internet yang sumbernya tidak jelas. Yulianta menekankan, masyarakat juga perlu meningkatkan pengamanan kartu dengan menggunakan One Time Password (OTP).

Sementara itu, Area Transaction Funding Manager Bank Mandiri Region V Jakarta 3, Helmy Hadiprabowo menyampaikan setiap transaksi tentu memiliki risiko termasuk transaksi digital. "Namun risiko tersebut tentu dapat dimitigasi dengan pemahaman yang benar tentang cara bertransaksi digital secara lebih aman," kata Helmy dalam dalam Seminar Edukasi Keuangan bertajuk Merdeka Finansial Desaku Makin Sejahtera.

Helmy meminta masyarakat untuk memastikan hanya terhubung dengan kontak perusahaan yang asli. Seperti misalnya Mandiri ada di website bankmandiri.co.id, nomor telepon 14000, dan juga media sosial Bank Mandiri dengan simbol verified.

Selain itu, Helmy juga mengimbau agar masyarakat waspada terhadap penelepon yang mengaku dari suatu bank, perusahaan atau e-commerce. "Biasanya oknum ini akan menawarkan hadiah, update data, refund dana, meminta korban melakukan transaksi mencurigakan atau bahkan bersifat mengancam. Kemudian mereka akan meminta data rahasia perbankan," ungkap Helmy.

Helmy menambahkan, masyarakat juga tidak boleh sembarangan mengisi link atau website yang menyerupai aslinya namun meminta data perbankan. Data tersebut seperti nomor kartu debit, expiry date, password, hingga PIN.

"Gunakan akun dan password yang terpisah untuk keperluan pribadi, perbankan, dan pekerjaan. Ganti PIN dan password akun yang dimiliki seperti akun perbankan, PIN ATM atau akun pekerjaan secara berkala," ucap Helmy. Rahayu Subekti

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement