REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) akan mensinkronkan aturan dengan regulasi di Arab Saudi soal umrah mandiri atau backpacker yang belakangan menjadi salah satu pilihan masyarakat untuk pergi ke Tanah Suci.
"Kita akan sinkronkan peraturan yang ada di kita dan yang ada di Kerajaan Saudi Arabia, karena gak bisa sepihak. Peraturan kita belum tentu compatible dengan peraturan yang ada di Kerajaan Arab Saudi," ujar Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas di Jakarta, Jumat (6/10/2023).
Yaqut mengatakan, selama ini tidak ada larangan bagi masyarakat yang ingin menunaikan umrah secara mandiri tanpa melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Tetapi yang patut dipertimbangkan saat akan umrah backpacker yakni tak ada jaminan kesehatan dan keselamatan. Masyarakat harus menanggung sendiri apabila mengalami kendala saat perjalanan.
Di sisi lain, kata dia, Pemerintah Arab Saudi juga saat ini tengah gencar mempromosikan wisata demi mewujudkan visi Saudi 2030, sehingga mereka membuka siapa saja untuk berkunjung ke Saudi.
"Bahwa intinya Pemerintah Saudi Arabia ingin semua orang yang masuk ke negerinya, baik itu kepentingan haji dan umrah, bisnis, wisata, dan kepentingan lain itu terjamin keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan," kata Menag Yaqut.
Menag Yaqut bercerita umrah backpacker ini juga ternyata dilakukan oleh seorang temannya. Namun, temannya tersebut sudah mengetahui prosesi ibadah, akomodasi, dan transportasi sehingga tak menjadi soal.
Berbeda dengan masyarakat lain yang belum pernah pergi ke Arab Saudi. Mereka kemungkinan akan kebingungan baik dari sisi prosesi ibadah, transportasi, dan akomodasi.
Kendati demikian Menag Yaqut tetap mengimbau masyarakat yang akan pergi umrah untuk menggunakan jasa Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), utamanya yang telah terdaftar di Kemenag.
"Sehingga kalau ada apa-apa pemerintah bisa ikut memberikan perlindungan secara cepat," ucap Menag Yaqut