Sabtu 07 Oct 2023 13:19 WIB

Pemimpin Uni Eropa Berselisih Tangani Kedatangan Migran

Sebelumnya para pemimpin Uni Eropa sepakat soal pendistribusian migran

Rep: Dwina Agustin/ Red: Esthi Maharani
Para pemimpin Uni Eropa (UE) kembali berselisih mengenai cara menangani migrasi pada Jumat (6/10/2023).
Foto: EPA-EFE/Angel Medina G
Para pemimpin Uni Eropa (UE) kembali berselisih mengenai cara menangani migrasi pada Jumat (6/10/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, GRANADA -- Para pemimpin Uni Eropa (UE) kembali berselisih mengenai cara menangani migrasi pada Jumat (6/10/2023). Padahal sebelumnya mereka mulai bersepakat atas pendistribusian migran.

Kelompok negara-negara kaya di dunia masih terpecah. Beberapa negara mendukung inisiatif Brussel yang berfokus pada pendistribusian migran melawan pemerintah yang menilai orang luar sebagai ancaman.  Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban berterus terang tentang sikap para pemimpin Eropa masih belum mencapai konsensus sebelum bertemu di Granada, Spanyol. Dia berulang kali menolak kebijakan UE dan mengambil pendekatan garis keras terhadap migrasi.

Baca Juga

“Perjanjian mengenai migrasi, secara politis, tidak mungkin, tidak untuk saat ini (atau) secara umum untuk tahun-tahun mendatang,” kata Orban.

Orban mengatakan, tidak akan menandatangani kesepakatan apa pun dalam waktu dekat. Dia bahkan membandingkan situasinya dengan kondisi perkosaan secara hukum oleh sesama anggota UE di Hungaria.

“Karena secara hukum kami memang demikian, bagaimana mengatakannya, kami diperkosa. Jadi jika Anda diperkosa secara hukum, dipaksa menerima sesuatu yang tidak Anda sukai, bagaimana Anda ingin berkompromi?” ujar Orban.

Perselisihan ini terjadi karena kesepakatan yang dicapai jika menjadi kebijakan akan melibatkan pendirian pusat pemrosesan di luar perbatasan UE untuk menyaring orang-orang yang tiba. Kesepakatan yang disetujui oleh mayoritas menteri dalam negeri UE pada Rabu (4/10/2023), kini akan diajukan ke Parlemen Eropa, dengan negosiasi lebih lanjut akan dilakukan sebelum kesepakatan tersebut dapat mengikat.

Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki juga menolak perjanjian tersebut. Dia mempertahankan posisi pemerintahnya yang melarang masuknya migran demi alasan keamanan. Baik Polandia maupun Hungaria dengan tegas menolak tanggung jawab bersama atas para migran yang datang ke negara-negara anggota lainnya.

Tapi, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen tetap optimis ketika mengambil giliran berbicara di depan mikrofon beberapa saat setelah Orban. Dia menyebut kesepakatan itu sebagai sukses besar.

“Sekarang kemungkinannya sangat tinggi dan saya yakin kita akan berhasil mencapai garis akhir,” kata von der Leyen.

Baik Hungaria maupun Polandia tidak dapat memveto perjanjian akhir tersebut. Namun penolakan mereka untuk mematuhi kebijakan Eropa di masa lalu hampir memicu krisis institusional. Blok tersebut ingin sekali menghindari ketegangan serupa dengan negara-negara anggotanya di wilayah timur.

Sedangkan  Perdana Menteri sayap kanan Italia,Giorgia Meloni bersama Perdana Menteri konservatif Inggris Rishi Sunak mengumumkan kerja sama pada Jumat (6/10/2023). Dalam sebuah artikel opini yang diterbitkan di surat kabar Corriere della Sera dan The Times of London, mereka menyatakan membentuk aliansi melawan migrasi ilegal dalam sebuah langkah bilateral di luar lingkup pengaruh Brussel.

Uni Eropa kewalahan menangani migrasi sejak 2015....

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement