REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sekarang dunia sedang panas. Suhunya meningkat signifikan sekitar 0,5 derajat Celsius lebih panas di atas rekor suhu terpanas sebelumnya.
Perbedaan besar antara tahun ini dan 2022 disebabkan oleh peralihan dari La Nina ke El Nino, serta adanya sistem cuaca yang tepat dan waktu yang tepat. Dilansir dari Phys, Ahad (8/10/2023), ada enam faktor yang berkontribusi terhadap peningkatan suhu global dengan perubahan iklim yang menjadi alasan utama.
1.El Nino
Salah satu penyebab panas yang luar biasa ini adalah kita sedang menghadapi El Nino signifikan yang masih menguat. Selama El Nino, pemanasan permukaan laut hadir di sebagian besar wilayah tropis Pasifik.
Pemanasan ini, dan dampak El Nino di belahan dunia lain, meningkatkan suhu rata-rata global 0,1 hingga 0,2 derajat Celsius. Dengan mempertimbangkan fakta bahwa kita baru saja mengalami tiga kali La Nina, yang sedikit mendinginkan suhu rata-rata global, dan akta bahwa ini adalah El Nino besar pertama dalam delapan tahun, maka tidak mengherankan jika kita melihat suhu yang luar biasa tinggi di saat ini.
2. Penurunan polusi
Ada spekulasi bahwa udara yang lebih bersih ini berkontribusi terhadap panas yang terjadi baru-baru ini, terutama di wilayah Atlantik utara dan Pasifik yang memiliki suhu tertinggi dan lalu lintas pelayaran yang tinggi.
Kemungkinan besar hal ini berkontribusi terhadap suhu global yang sangat tinggi— tetapi hanya sekitar seperseratus derajat. Analisis terbaru menunjukkan dampak perjanjian pelayaran tahun 2020 adalah peningkatan pemanasan sebesar 0,05 persen pada tahun 2050.
3. Peningkatan aktivitas matahari
Ada beberapa siklus matahari yang berbeda, tetapi siklus 11 tahun adalah yang paling relevan dengan iklim saat ini.
Matahari menjadi lebih aktif dari minimumnya pada akhir tahun 2019. Aktifnya matahari juga sedikit berkontribusi terhadap lonjakan global. Secara keseluruhan, peningkatan aktivitas matahari hanya berkontribusi seperseratus derajat terhadap panas global saat ini.
4. Uap air letusan Gunung Hunga Tonga
Gunung berapi bawah laut Hunga-Tonga—Hunga Ha’apai, meletus di Samudra Pasifik pada 15 Januari 2022. Ia mengirimkan sejumlah besar uap air ke atmosfer bagian atas.
Uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga peningkatan konsentrasinya di atmosfer akan meningkat efek rumah kaca. Meski letusannya terjadi hampir dua tahun lalu, dampak pemanasannya masih kecil terhadap planet.
Tetapi, seiring dengan berkurangnya polusi dan meningkatnya aktivitas matahari, kita berbicara tentang seperseratus derajat.
5. Sistem tekanan tinggi yang terus-menerus di wilayah daratan
Ketika kita memiliki sistem tekanan tinggi yang terus-menerus di wilayah daratan, seperti yang terjadi baru-baru ini di wilayah seperti Eropa Barat dan Australia, kita akan melihat kenaikan suhu lokal dan kondisi panas yang tidak sesuai musim.
Sebab, air membutuhkan lebih banyak energi untuk menghangatkan dan lautan bergerak, kita tidak melihat respons cepat yang sama pada suhu di lautan jika kita memiliki sistem bertekanan tinggi. Posisi sistem cuaca yang menyebabkan pemanasan di banyak wilayah daratan ditambah dengan panas laut yang terus-menerus kemungkinan besar juga merupakan penyumbang panas rata-rata global.
6. Perubahan iklim
Sejauh ini, kontributor terbesar terhadap keseluruhan anomali suhu global +1,7 derajat Celsius adalah perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia. Secara keseluruhan, dampak yang ditimbulkan oleh umat manusia terhadap iklim adalah pemanasan global sekitar 1,2 derajat Celsius.
Tingkat emisi gas rumah kaca yang mencapai rekor tertinggi berarti kita memperkirakan pemanasan global juga akan semakin cepat. Meskipun emisi gas rumah kaca yang dihasilkan umat manusia menjelaskan tren suhu yang terlihat pada bulan September selama beberapa dekade, hal itu tidak benar-benar menjelaskan perbedaan besar September lalu (ketika efek rumah kaca hampir sama kuatnya dengan saat ini dan September 2023.